Ia mencontohkan situasi yang terjadi di Tegal, Jawa Tengah, di mana hampir separuh penduduknya tinggal di luar kota. “Penduduk Tegal banyak yang merantau dan tidak pulang saat pemilu. Mereka merasa sayang meninggalkan pekerjaan, seperti mengelola Warung Tegal, karena bisa mengurangi penghasilan mereka hanya untuk sehari. Meskipun mereka tetap mempertahankan KTP Tegal, mereka enggan pulang untuk memilih,” jelas Saurlin.
Melihat kondisi ini, Saurlin menekankan bahwa penerapan teknologi dalam proses pemilu, seperti e-voting, bisa menjadi solusi yang lebih praktis dan efisien. Dengan cara ini, para perantau tetap dapat menggunakan hak pilihnya tanpa harus meninggalkan pekerjaan atau perjalanan jauh ke daerah asal.
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa Komnas HAM akan turut memantau dan mendukung pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang saat ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2025. Upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak pilih setiap warga negara tetap terlindungi dan terfasilitasi dengan baik.