Solo, ( Memo.co.id )
Tahun ini, di INdonesia ada 211 Pilkada serentak. Dari 200 lebih pilkada serentak itu, hanya Jakarta yang terganjal sehingga proses demokrasinya sudah merembet kemana-mana. “Tahun ini ada 211 Pilkada serentak, cuma ada satu persoalan di Jakarta. Persoalan muncul bukan karena apa-apa semua hanya karena mulut Ahok yang tidak terjaga,” tandas Zulkifli saat dalam pidato saat acara Sidang Pleno Ke-11 Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia (Efebi) di Solo, Jumat (25/11)
Pilkada tidak hanya di Jakarta saja. Dimana -mana. Bahkan calonnya dari suku bermaca,m macam juga tidak ada masalah. Di Nusa Tenggara Timur yang mayoritas Katolik, tidak ada persoalan. Padahal, Ketua DPRD berasal dari aktivis muslim. Di Maluku, seorang dari etnis Tionghoa non-muslim bisa menjadi kepala daerah dengan dukungan penuh. ” Di Kalteng juga begitu, masyarakatnya mayoritas muslim taat, tak ada persoalan dipimpin gubernur non-muslim selama dua periode,” jelasnya.
Ketum PAN itu mencontohkan, saat Pilpres lalu rakyat Indonesia mempunyai dua calon presiden yang memiliki basis dukungan seimbang. Tak sedikit yang memprediksi Indonesia akan terbelah. Namun yang terjadi setelah Pilpres selesai, tak satupun warga yang terluka atau rumah terbakar.
“Bahkan rivalitas itu sekarang telah diakhiri sangat manis dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke kediaman Prabowo dan sebaliknya. Diakhiri dengan naik kuda bersama,” katanya.
Zulkifli menyebut, musuh bangsa ini yang sebenarnya adalah kesenjangan sosial dan rapuhnya persaudaraan kebangsaan. “Demokrasi politik maju pesat, tetapi tidak akan membuat sejahtera rakyatnya kalau tidak diiringi demokrasi ekonomi. Padahal kita bertekad merdeka untuk bersatu, bersatu agar berdaulat, berdaulat agar bisa adil kepada seluruh rakyat,” ungkapnya. ( nu)