Persoalan minyak goreng yang harganya kini selangit dinilai merupakan kegagalan pemerintah dalam mengatur kelancaran distribusi komoditas tersebut. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, persoalan minyak goreng tersebut akan berdampak pada perekonomian nasional.
“Tentunya masyarakat akan menanggung dampak inflasi yang lebih tinggi,” kata Bhima
Bhima menjelaskan, minyak goreng yang harganya selangit sangat memberatkan kelas menengah yang pendapatannya belum pulih seperti prapandemi. Maka otomatis pilihannya adalah mengurangi konsumsi atau turun kelas dari yang sebelumnya menggunakan minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah.
“Pemerintah ini kan meminta masyarakat untuk turun kelas dari menggunakan minyak goreng kemasan untuk ke minyak goreng curah yang disubsidi. Padahal sebelumnya minyak goreng curah ini kan mau dihapuskan dengan berbagai alasan. Sekarang malah disubsidi atau mendorong masyarakat pakai minyak curah, nah ini kan kebijakan yang keliru,” jelasnya.
Bhima mengungkapkan, terdapat keganjilan yang dirasakan terhadap kebijakan penghapusan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak gorengt. Sebab, jelang sehari sebelum kebijakan HET dicabut, toko-toko ritel tersebut kebanjiran pasokan minyak goreng kemasan.
“Maka yang jadi pertanyaan, selama ini ditahan di posisi mana? Ditutup di distribusi mana? Apakah ini ditahan di distribusi D1 (distributor besar) atau D2 (sub distributor)?” ucapnya.