Selain itu, para pedagang tidak pernah diberitahu sebelumnya tentang rencana larangan ini, sehingga dari sisi keadilan, pemerintah dianggap belum memenuhi aspek tersebut.
“Dalam merancang peraturan, seharusnya pihak yang terdampak, baik paguyuban maupun asosiasi, dilibatkan,” tegasnya.
Menurutnya, yang dibutuhkan pedagang kecil, terutama segmen ultramikro, adalah perlindungan dari pemerintah. Program pendampingan yang ada saat ini dianggap belum tepat sasaran.
“Pedagang kecil harus diberdayakan dan dilindungi. Pemerintah seharusnya menyiapkan program-program yang inklusif dan tepat sasaran, bukan dengan menerbitkan regulasi yang semakin menyulitkan pedagang kecil,” katanya.
Ia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali dampak yang akan dihadapi pedagang kecil jika aturan ini disahkan. Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 65 juta pelaku usaha ultramikro. Rencana pelarangan ini akan menjadi pukulan berat bagi keberlangsungan mereka.
Setyorinny menambahkan bahwa IUMKM AKUMANDIRI sepakat dengan pemerintah bahwa rokok tidak ditujukan bagi anak di bawah umur 18 tahun. Mereka juga siap mendukung pemerintah dalam melarang penjualan rokok kepada anak di bawah umur 18 tahun tanpa harus mengorbankan pelaku usaha ultramikro.
Dampak Larangan Penjualan Rokok Terhadap Pedagang Kecil
Dalam rangka menjaga kesehatan masyarakat, pemerintah merancang larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Meskipun tujuannya baik, aturan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang kecil dan usaha ultramikro yang bergantung pada penjualan rokok untuk menopang pendapatan mereka. Ketua IUMKM AKUMANDIRI, Hermawati Setyorinny, menekankan bahwa peraturan baru ini akan menambah beban regulasi yang sudah tumpang tindih dan sulit diimplementasikan.