Sebagaimana diketahui bahwa sejarah penentuan awal penanggalan Hijriyah terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Saat musyawarah perumusan bulan pertama penanggalan Hijriah, beberapa sahabat ada yang mengusulkan agar penanggalan Islam diawali dengan Rabiul Awal, merujuk pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ada pula yang mengusulkan Ramadhan dan Rajab.
Akan tetapi, ada beberapa sahabat yang juga mengusulkan untuk menjadikan Muharam sebagai awal kalender hijriah. Karena, bulan tersebut jatuh setelah Dzulhijah, yakni bulan diwajibkannya ibadah haji yang merupakan akhir dari lima rukun Islam.
Dari beberapa usulan yang muncul, Khalifah Umar kemudian memilih Muharram sebagai awal tahun Hijriyah. Salah satu dasar yang dijadikan acuan pengesahan Muharam menjadi bulan pertama kalender Hijriyah adalah peristiwa Baiat Aqabah kedua yang terjadi pada akhir Dzulhijah.
Baiat itu berisi kesepakatan perlunya Nabi Muhammad dan umat Islam melakukan hijrah ke Madinah, sehingga ada sebagian sahabat yang sudah memulai hijrah pada Muharam.
Dilansir dari alukah, Al-Hafiz Ibnu Hajar telah mengumpulkan beberapa riwayat yang merujuk pada Muharram untuk menjadi awal tahun Hijriyah. Ibnu mengatakan demikian dalam kitab Fath Al-Bari:
وإنما أخروه من الربيع الأول إلى المحرم؛ لأن ابتداء العزم على الهجرة كان في المحرم؛ إذ البيعة كانت في أثناء ذي الحجة، وهي مقدمة الهجرة، فكان أولُ هلال استُهل به بعد البيعة والعزم على الهجرة هلالَ المحرم، فناسب أن يُجعل مبتدأ
“Para sahabat mengakhirkan awal Hijriyah dari Rabiul Awal ke Muharram karena awal niat hijrah adalah pada Muharram, karena baiat adalah pada bulan Dzulhijjah yang merupakan awal dari hijrah, maka bulan pertama yang digunakan setelah ikrar dan tekad untuk hijrah adalah bulan Muharram, maka sudah sepatutnya untuk memulainya.”