Sebelumnya, sebuah surat resmi dari Kedutaan Besar China tertanggal 21 Januari 2025 telah beredar luas. Surat tersebut ditujukan kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia, dengan isi yang mengungkap maraknya pemerasan terhadap WN China di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Dalam laporan tersebut, Kedubes China menyoroti bahwa 44 kasus pemerasan yang berhasil diselesaikan hanyalah sebagian kecil dari praktik yang lebih luas. Masih banyak WNA China yang tidak melaporkan kejadian ini karena alasan jadwal yang padat atau takut akan tindakan balasan saat mereka kembali ke Indonesia di masa mendatang.
“Ini hanyalah bagian kecil dari banyak kasus pemerasan lainnya. Masih banyak WN China yang menjadi korban tetapi enggan melapor karena berbagai alasan,” tulis Kedubes China dalam surat tersebut.
Sebagai langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terulang, Kedubes China mengajukan beberapa permintaan, di antaranya:
- Pemasangan papan larangan memberi tip dan laporan pemerasan dalam tiga bahasa (Indonesia, Mandarin, dan Inggris) di area pemeriksaan imigrasi Bandara Soetta.
- Pemberlakuan aturan ketat kepada agen perjalanan China, agar tidak menyarankan wisatawan atau warga negaranya untuk menyuap petugas imigrasi Indonesia demi kelancaran proses masuk ke negara tersebut.
Dengan langkah tegas ini, diharapkan praktik pemerasan di bandara dapat dihentikan. Namun, pertanyaannya, apakah kasus ini benar-benar selesai atau hanya puncak dari skandal yang lebih besar?