PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyebut bahwa daya beli masyarakat yang mulai kembali pulih menjadi sinyal positif terhadap bisnis perseroan. Direktur Utama BRI Sunarso memperkirakan, tahun ini pertumbuhan kredit berada dikisaran 8 hingga 10 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Menurutnya, pertumbuhan kredit tersebut ditopang oleh pertumbuhan ke segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini menjadi tulang punggung utama perseroan. Strategi ini sejalan dengan upaya BRI dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
Sunarso memaparkan, terdapat ruang bagi perseroan untuk memantik pertumbuhan ekonomi lewat ekspansi kredit. Kemampuan BRI untuk melakukan ekspansi tercermin dari Loan to Deposit ratio (LDR) yang masih berada di angka 83 persen (per September 2021). Kemampuan ekspansi ini ditopang oleh permodalan yang kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 24 persen atau tiga kali lipat di atas threshold yang diatur Bank Indonesia (BI).
“Bagaimana kita melihat peluang ke depan? LDR kita berada di kisaran 83 persen sedangkan yang optimal, bahkan regulator memberikan batasan atas 92 persen, artinya BRI masih punya ruang yang cukup secara likuiditas untuk menumbuhkan kredit. Maka BRI masih punya kesempatan untuk tumbuh secara agresif ke depan, tentu agresif yang disertai dengan kehati-hatian,” kata Sunarso dalam keterangannya, Minggu (9/1).
Meskipun demikian, kata Sunarso, BRI telah mengantisipasi sejumlah tantangan bisnis utama pada tahun ini. Pertama, kondisi pengendalian Covid-19. Sehingga, perseroan mengelola aset dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
“Di tahun lalu, kita berhasil melalui berbagai program restrukturisasi dan kemudian berbagai program, kita tetap tumbuh secara selektif,” ungkapnya.
Selanjutnya, pihaknya memitigasi adanya efek dari arah kebijakan moneter global mau pun dari dalam negeri. The Federal Reserve (The Fed) telah memulai proses tapering off sejak November 2021 semakin membuka peluang bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut untuk mengerek Kembali suku bunga acuannya.
Bank Indonesia (BI) pun nantinya akan merespon arah kebijakan moneter AS dengan ikut mengerek suku bunga acuan pada 2022. “Prediksi BRI, suku bunga BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) akan dikerek BI dari posisi saat ini yang sebesar 3,5 persen menjadi 4,25 persen – 4,5 persen,” ucapnya.
BRI, kata Sunarso, di tahun ini akan berfokus pada menjaga fundamental perusahaan agar bisnis dapat tumbuh sehat dan berkelanjutan. Dalam penyaluran kredit, BRI menerapkan pertumbuhan selektif dengan memanfaatkan stimulus pemerintah serta melakukan eksplorasi sumber pertumbuhan baru diantaranya optimalisasi sinergi ultra mikro.
“Meski masih diliputi pandemi Covid-19, BRI berhasil melewati tahun 2021 dengan kinerja yang prima. BRI memantik pemulihan ekonomi di segmen ultra mikro dengan melakukan proses pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro pada tahun lalu,” sebutnya.
Seperti diketahui, dalam rangka pembentukan Holding Ultra Mikro, tahun lalu BRI telah melakukan aksi korporasi penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau Rights Issue dalam rangka pembentukan ekosistem ultra mikro.
Total nilai Right Issue BRI mencapai Rp 95,9 triliun, yang terdiri dari Rp 54,7 triliun dalam bentuk partisipasi non tunai pemerintah berupa inbreng saham Pegadaian dan PNM, Rp 41,2 triliun dalam bentuk cash proceed dari pemegang saham publik.