Sementara, hari ‘Asyura terjadi setiap tanggal 10 Muharram, yang dirayakan umat Islam dengan berpuasa. Tradisi puasa ‘Asyura sangat kuno, dimana Nabi SAW dan para sahabat biasa berpuasa pada 10 Muharram, ketika mereka berada di Makkah (sebelum hijrah).
Hari itu adalah hari di mana orang-orang Makkah biasa mengganti penutup (kiswah) Ka’bah. Orang Quraisy juga biasa berpuasa pada hari ini.
Setelah hijrah, ketika Nabi SAW datang ke Madinah, ia menemukan jika orang-orang Yahudi di Madinah juga merayakan hari ini dengan puasa. Nabi SAW lantas bertanya kepada mereka alasan puasa mereka pada hari ini.
Mereka berkata, “Ini adalah hari yang diberkati. Pada hari ini, Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka (di Mesir) dan Nabi Musa berpuasa pada hari itu sambil bersyukur kepada Allah”.
Rasulullah SAW lantas berkata, “Kami memiliki klaim lebih untuk Musa daripada Anda”. Dia pun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umat Islam lainnya untuk ikut berpuasa.
Puasa ‘Asyura pada awalnya adalah wajib atau fardhu. Pada tahun kedua hijrah (624 M), ketika perintah Allah SWT datang bahwa umat Islam harus berpuasa sepanjang bulan Ramadhan, Nabi kemudian mengutus seseorang untuk mengumumkan bahwa puasa `Asyura menjadi sukarela atau sunnah.
Hal ini menunjukkan barang siapa yang ingin berpuasa, boleh berpuasa dan barang siapa yang tidak ingin berpuasa, maka tidak ada cela atas dirinya. Namun bagi yang memilih untuk berpuasa, sebaiknya berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, untuk membedakan diri dari komunitas Yahudi.
Puasa tanggal 9 dan 10 Muharram merupakan sunnah Nabi. Nabi SAW berkata, “Puasa hari ‘Asyura, saya berharap Allah menerimanya sebagai penghapus untuk tahun sebelumnya”. (HR Muslim).