Food estate dipimpin oleh mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Proyek food estate menjadi salah satu proyek prioritas strategis sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2023, dengan anggaran sekitar Rp235,46 miliar.
Proyek ini dimulai pada 2020 di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur, dengan rencana pengembangan hingga tahun 2024.
Namun, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai bahwa food estate di Kalimantan Tengah yang terbengkalai menambah daftar panjang kegagalan proyek lumbung pangan pemerintah. Walhi berpendapat bahwa program food estate, sejak masa Presiden Soeharto, tidak pernah sukses.
Uli Arta Siagian dari Walhi menyoroti kegagalan food estate di Kalimantan Tengah, terutama di lahan gambut, yang cenderung tidak sesuai dengan karakteristik tanah, menyebabkan banyak kegagalan dalam proyek ini.
Walhi menyarankan agar pemerintah lebih mempercayakan pengelolaan lahan kepada masyarakat lokal, yang lebih memahami jenis tanaman yang cocok untuk ditanam di daerah tersebut. Menurut Walhi, memberikan ruang kepada masyarakat untuk beraktivitas pertanian pangan akan lebih baik daripada mengubah lahan menjadi konsesi ekstraktif seperti food estate.
Food Estate di Indonesia: Sukses atau Gagal?
Dalam upaya mengatasi potensi krisis pangan di tengah pandemi, pemerintah Indonesia meluncurkan program food estate sebagai bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Meskipun beberapa food estate telah berhasil, terdapat kritikan terutama dari Walhi yang menilai adanya kegagalan, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah.
Keberlanjutan program ini menjadi fokus perdebatan, dengan pihak-pihak yang mendukung dan menentang. Sebuah pertanyaan besar muncul: apakah food estate mampu mencapai tujuannya sebagai lumbung pangan nasional ataukah menjadi proyek yang lebih banyak gagal?