Pemanasan Global dan Dampaknya Terhadap Hutan Tropis: Studi Terbaru Mengungkapkan Potensi Berhentinya Proses Fotosintesis akibat Suhu Ekstrem
Pemanasan Global Mengancam Fotosintesis dan Kelangsungan Hidup Hutan Tropis
Peningkatan suhu global menjadi indikator “bencana” bagi kehidupan di Bumi, terutama terlihat dari kondisi dedaunan di hutan. Sebagaimana diketahui, hutan berperan sebagai paru-paru Bumi karena pohon-pohonnya melakukan fotosintesis, mengambil karbon dioksida, dan melepaskan oksigen ke atmosfer.
Secara alamiah, pohon-pohon di hutan biasanya terkena sinar matahari dan menyerap air melalui akarnya. Namun, ketika matahari terlalu menyengat, suhu bisa terlalu panas, mengganggu proses fotosintesis.
Penelitian yang dilakukan oleh Gregory Goldsmith dari Chapman University di California bersama timnya menemukan bahwa beberapa bagian hutan tropis mendekati batas suhu yang menghambat fotosintesis.
Goldsmith menyatakan, “Studi kami menunjukkan bahwa dedaunan di hutan tropis pada beberapa lokasi dan waktu tertentu telah melewati batas suhu kritis.”
Meskipun pohon-pohon di hutan tropis mampu melakukan fotosintesis pada suhu hingga 46,7 derajat Celsius, penelitian tersebut menjelaskan bahwa kemampuan ini bervariasi tergantung pada populasi hutan, jumlah daun di pohon, dan kanopi.
Tim dari Northern Arizona University menggunakan data suhu permukaan Bumi dari ECOSTRESS NASA untuk mengidentifikasi dedaunan di hutan tropis yang “overheat” sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis.
Data yang dikumpulkan dari pengamatan satelit selama periode 2018-2020 kemudian divalidasi dengan sensor di permukaan yang ditempatkan di pucuk pohon di lima hutan di Brasil, Puerto Rico, Panama, dan Australia.
Hutan Tropis di Ambang Krisis Ekologis
Analisis menunjukkan bahwa suhu di kanopi hutan mencapai puncaknya pada suhu 34 derajat Celsius selama musim kemarau, meskipun sebagian daun mencapai suhu 40 derajat Celsius. Sebagian kecil dari daun, sekitar 0,01 persen dari sampel, melampaui batas suhu kritis (46,7 derajat Celsius) setidaknya sekali selama musim kemarau.
“Laporan penelitian menulis, “Meskipun jarang terjadi, suhu ekstrem dapat menyebabkan kerusakan fisiologis pada daun. Ini dapat dianggap sebagai peristiwa luar biasa dengan kemungkinan terjadinya yang rendah.”