Dana pemerintah daerah yang terparkir di bank menjadi sorotan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dengan penekanan pada perlunya percepatan pencairan untuk mendukung ekonomi lokal, Luky Alfirman, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, mengingatkan pentingnya strategi belanja yang efisien. Simak kesimpulan artikel untuk memahami urgensi akselerasi belanja daerah sebagai stimulus ekonomi.
Dana Triliunan Pemerintah Terbengkalai di Bank Lokal!
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah kembali menyoroti masalah dana pemerintah daerah yang terparkir di bank, hal ini mencuat setelah sejak tahun 2022 tidak pernah diangkat kembali saat presentasi APBN Kinerja dan Fakta.
Saat memberikan paparan kinerja APBN pada bulan Maret 2023, beliau menyatakan bahwa dana pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan telah mencapai angka Rp 180,96 triliun, naik dari posisi pada bulan Februari 2024 yang sebesar Rp 173,84 triliun, dan jauh lebih tinggi dari posisi pada bulan Januari 2024 yang sebesar Rp 150,08 triliun.
Luky Alfirman, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, menjelaskan bahwa pembicaraan kembali mengenai dana yang mengendap di bank hanyalah sebagai pengingat kepada para kepala daerah agar segera mencairkannya untuk menggerakkan perekonomian di wilayah tersebut.
Luky menegaskan bahwa tidak ada penekanan khusus, namun mereka selalu mengingatkan kepada daerah untuk langsung mentransfer dana tersebut agar dapat menggerakkan perekonomian lokal. Ini sebagai upaya mengingatkan bahwa masih ada dana yang cukup besar yang tersimpan di perbankan daerah.
Dia juga mengakui bahwa pada awal tahun, pencairan dana daerah memang tidak bisa langsung dilakukan hingga habis. Namun, dia menekankan bahwa jumlahnya saat ini terlalu tinggi untuk hanya mengendap di bank. Menurutnya, hal ini harus mendorong daerah untuk melakukan belanja lebih banyak lagi, karena hal itu juga akan memberikan stimulus pada perekonomian daerah.
Pencairan Dana Pemerintah Daerah Jadi Fokus Utama?
Luky juga mengingatkan bahwa mekanisme belanja yang besar pada awal tahun, atau yang dikenal sebagai frontloading, sebenarnya menjadi bagian dari penilaian untuk memberikan insentif kepada daerah melalui instrumen fiskal. Oleh karena itu, jika prosesnya lambat, maka penilaian tidak akan baik.
Dilihat dari tren empat tahun terakhir, dana pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan memang cukup tinggi. Contohnya, pada bulan Maret 2023, jumlahnya mencapai Rp 196,57 triliun dari Rp 169,82 triliun pada Januari 2023. Kemudian pada bulan Maret 2022, mencapai Rp 202,35 triliun dari Rp 157,97 triliun pada Januari 2022.
Mayoritas komposisi dana di perbankan tersebut berupa giro sebesar 79,32%. Sementara sisanya terdiri dari deposito sebesar 17,61% dan tabungan hanya sebesar 3,07%.
Menurut Sri Mulyani, komposisi ini menunjukkan bahwa dana pemerintah daerah di bank sebagian besar disiapkan untuk pembayaran belanja daerah atau operasional, karena giro merupakan jenis dana yang likuiditasnya tinggi.
Meskipun demikian, Sri Mulyani tetap menekankan pentingnya untuk terus mendorong akselerasi belanja daerah agar anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) mampu memberikan stimulus bagi perekonomian daerah.
Optimalkan Pencairan Dana Pemerintah Daerah: Pentingnya Akselerasi Belanja untuk Stimulus Ekonomi Lokal
Dana pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan telah mencapai angka yang cukup signifikan, mencatatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, masih ada tantangan terkait pencairan dana tersebut, terutama pada awal tahun. Luky Alfirman menegaskan bahwa langkah-langkah frontloading atau belanja besar-besaran di awal tahun perlu menjadi fokus, sebagai bagian dari penilaian untuk pemberian insentif daerah melalui instrumen fiskal.
Pentingnya memastikan akselerasi belanja daerah untuk mendukung stimulus ekonomi lokal tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, terus mendorong pencairan dana dan penggunaannya secara efisien menjadi kunci dalam memaksimalkan kontribusi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bagi pertumbuhan ekonomi regional.