Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) pada tahun 2024 merupakan hasil dari kesulitan pemerintah daerah dalam mengontrol harga barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tingginya tingkat inflasi mengharuskan adanya respons berupa peningkatan UMP.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, pada hari Jumat (24/11/2023). “UMP sebenarnya didasarkan pada kondisi setiap daerah, yang berarti ada kebutuhan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di wilayah tersebut,” ungkap Bambang.
Dia menambahkan bahwa ketika pemerintah daerah mampu menjaga stabilitas harga, peningkatan UMP dapat dikendalikan. Dengan cara ini, tidak perlu ada kenaikan UMP yang terlalu besar yang dapat mendorong pengusaha untuk memindahkan basis produksinya.
“Bidang pemerintahan daerah harus lebih berupaya dalam mempertahankan tingkat kebutuhan sehari-hari di wilayah tersebut dengan memastikan baik produksi maupun distribusi barang-barang kebutuhan sehari-hari dapat terjaga,” jelas Bambang.
Bambang Brodjonegoro Ungkap Alasan Kenaikan UMP di Berbagai Provinsi
Seorang ekonom senior menyarankan bahwa inflasi yang terkendali di daerah akan menciptakan keseimbangan antara kenaikan upah pekerja dengan kemampuan perusahaan untuk membayar upah. Dia juga menyatakan bahwa beberapa perusahaan telah memindahkan pabrik mereka karena keberatan dengan UMP yang relatif tinggi.
“Saya perhatikan adanya fenomena di mana beberapa perusahaan atau pabrik pindah dari sekitar Jawa Barat, terutama Jabodetabek, ke Jawa Tengah yang memiliki UMP yang lebih rendah daripada Jabodetabek, terutama yang berada di Karawang yang UMK-nya lebih rendah,” ujar Bambang.