Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan isu kritis mengenai menipisnya cadangan nikel di Indonesia, yang diperkirakan hanya akan bertahan selama 6 hingga 15 tahun mendatang. Penurunan ini, akibat perkembangan smelter nikel, menjadi sorotan utama.
Namun, dengan lebih dari seratus smelter yang beroperasi dan dalam rencana pembangunan, serta sumber daya nikel yang belum dieksplorasi, situasi ini juga membawa peluang tersendiri.
Keberlanjutan Cadangan Nikel: Tantangan dan Peluang Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengungkapkan mengenai berkurangnya cadangan nikel di Indonesia, dan perkiraan menunjukkan bahwa dalam waktu 6 hingga 15 tahun ke depan, cadangan ini akan semakin menipis.
Penurunan cadangan nikel di Indonesia ini sebagian besar disebabkan oleh pertumbuhan fasilitas pengolahan dan pemurnian logam ini, yang dikenal sebagai smelter.
Data mencatat bahwa ada sekitar 44 smelter di Indonesia yang mengolah nikel dengan metode pirometalurgi, khususnya nikel berkadar tinggi. Di sisi lain, hanya ada 3 smelter yang memproses nikel berkadar rendah menggunakan metode hidrometalurgi.
Dengan adanya smelter-smelter tersebut, konsumsi bijih nikel untuk pirometalurgi (saprolite) mencapai sekitar 210 juta ton setiap tahun. Sedangkan untuk hidrometalurgi yang digunakan dalam produksi baterai (limonite), diperlukan sekitar 23,5 juta ton per tahun.
Saat ini, masih ada sejumlah smelter nikel yang sedang dalam tahap konstruksi. Untuk pirometalurgi, ada sekitar 25 smelter dalam proses konstruksi, sementara untuk hidrometalurgi, ada 6 smelter yang tengah dibangun.
Tidak hanya itu, rencana pembangunan smelter pirometalurgi mencapai 28 smelter, dan untuk smelter dengan proses hidrometalurgi, terdapat rencana pembangunan sebanyak 10 smelter.
Kekhawatiran akan Berkurangnya Cadangan Nikel dan Langkah Masa Depan
Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, menjelaskan, “Jumlah total smelter yang ada saat ini, belum termasuk yang sedang direncanakan, mencapai 116 smelter.”