Dalam sebuah pertemuan bersejarah, Ibu Negara Korea Selatan, Kim Keon Hee, dan Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, berbagi momen akrab di Istana Batu Tulis, Bogor. Kim Keon Hee menghadiri undangan makan malam yang diselenggarakan Megawati, menandai dukungan Korea Selatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
Sementara itu, Istana Batu Tulis, yang memiliki sejarah panjang, menjadi saksi penting dalam pertemuan tokoh-tokoh publik. Mari kita simak lebih lanjut tentang pertemuan dan sejarah istana ini.
Diplomasi Hangat dan Kedekatan Budaya: Suasana Pertemuan yang Memukau
Ibu Negara Korea Selatan, Kim Keon Hee, menghadiri undangan makan malam yang diselenggarakan oleh Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, di Istana Batu Tulis, Bogor, pada Kamis (7/9/2023). Kim Keon Hee berada di Jakarta untuk mendampingi suaminya, Presiden Yoon Suk Yeol, yang mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
Kedatangan Kim Koen Hee ke Istana Batu Tulis pada pukul 16.10 WIB disambut dengan hangat oleh Megawati, yang terlihat akrab dan berbincang dengan penuh kehangatan.
Pertemuan ini juga menjadi kesempatan bagi Megawati untuk menjelaskan tentang koleksi patung dan lukisan yang ada di Istana Batu Tulis. Istana ini memiliki sejarah historis yang erat dengan Megawati dan sering menjadi saksi dari pertemuan tokoh-tokoh publik Indonesia.
Megawati kemudian mengajak Ibu Negara Korea Selatan ke teras belakang untuk berbincang santai sambil menikmati pemandangan Gunung Salak dan Sungai Cisadane. Selama kegiatan ini berlangsung, dua orang penerjemah turut mendampingi Megawati dan Ibu Negara Korea Selatan.
Setelah itu, Megawati menjamu makan malam di ruang utama Istana Batu Tulis.
Sejarah dan Hubungan Bilateral: Istana Batu Tulis sebagai Saksi Berharga
Sejarah Istana Batu Tulis bermula dari pembangunannya sebagai tempat peristirahatan Soekarno yang digunakan untuk menikmati Kota Bogor. Namun, setelah Orde Baru berkuasa, lokasi ini kemudian menjadi tempat pengasingan Soekarno.
Awalnya, pembangunan Istana Batu Tulis dimulai setelah kunjungan seorang ahli gunung berapi Belanda, Abraham Van Riebeeck, pada tahun 1702. Van Riebeeck dikirim oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk memeriksa kondisi Buitenzorg (Bogor) setelah letusan Gunung Salak pada tahun 1699.
Dari hasil pemeriksaannya, Van Riebeeck menemukan bahwa letusan Gunung Salak menyebabkan aliran Sungai Ciliwung tersumbat, yang merupakan sumber air bagi warga Batavia (Jakarta). Dia membersihkan sumbatan tersebut dan diberi izin untuk membangun tempat peristirahatan guna memantau Gunung Salak.
Pada tahun 1960-an, Presiden Soekarno membeli tanah di sekitar kompleks tersebut dan membangun bangunan dengan bantuan arsitek R.M. Soedarsono. Istana Batu Tulis kemudian digunakan sebagai tempat pengasingan oleh Presiden Soekarno setelah Orde Baru berkuasa.
Pertemuan Hangat Ibu Negara Korea Selatan dan Megawati di Istana Batu Tulis
Pertemuan ini tidak hanya mencerminkan hubungan diplomatik yang kuat antara Korea Selatan dan Indonesia, tetapi juga menunjukkan pentingnya Istana Batu Tulis sebagai saksi sejarah dalam memfasilitasi pertemuan tokoh-tokoh berpengaruh.
Sebuah momen bersejarah yang akan dikenang oleh kedua negara dan menyumbang pada hubungan bilateral yang semakin erat.