Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan terus melanjutkan program hilirisasi bahan mentah meski dihadapkan pada tantangan gugatan Uni Eropa (UE) ke World Trade Organization (WTO) terkait larangan ekspor nikel dari Indonesia. Meskipun demikian, Jokowi berkomitmen untuk melawan dan mempertahankan kebijakan tersebut.
Selain itu, Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah meminta pemerintah untuk mempertimbangkan penghapusan larangan ekspor nikel, namun Jokowi tetap teguh pada keputusannya. Hilirisasi dinilai memberikan manfaat besar bagi Indonesia, seperti peningkatan lapangan kerja, kontribusi pendapatan negara, dan nilai tambah dalam ekspor mineral.
Kendati harus dihadapi dengan berbagai tantangan, upaya hilirisasi bahan mentah tetap menjadi fokus utama pemerintahan Jokowi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Presiden Jokowi Komitmen Lanjutkan Hilirisasi Meski Tantangan Menanti
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen untuk tetap melanjutkan program hilirisasi bahan mentah, walaupun dalam pelaksanaannya kebijakan ini menghadapi tantangan yang berat.
Salah satu tantangan tersebut adalah gugatan yang diajukan oleh Uni Eropa (UE) ke World Trade Organization (WTO) terkait larangan ekspor nikel dari Indonesia. Meskipun RI kalah dalam gugatan tersebut, namun pemerintah tetap berjuang untuk menghadapinya.
Jokowi menegaskan bahwa program hilirisasi akan tetap berlanjut, meskipun Dana Moneter Internasional (IMF) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan penghapusan larangan ekspor nikel dan tidak meluas pada komoditas lain.
“Hilirisasi harus kita teruskan meskipun digugat WTO, meskipun diberi peringatan IMF, apapun barang ini harus kita teruskan,” ujar Jokowi saat berbicara dalam Pengukuhan Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2023-2028, pada hari Senin (31/7).
Menurutnya, hilirisasi memberikan manfaat besar termasuk dalam menciptakan lapangan kerja. Contohnya adalah hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah yang telah menyediakan lapangan kerja bagi 71.500 tenaga kerja, meningkat drastis dari sebelumnya hanya 1.800 tenaga kerja.
Hilirisasi Bahan Mentah: Manfaat dan Tantangan untuk Indonesia
Di Maluku Utara juga terjadi peningkatan lapangan kerja setelah dilakukan hilirisasi. Sebelumnya, hanya ada 500 orang yang bekerja di bidang pengolahan nikel, namun setelah dilakukan hilirisasi jumlah pekerja meningkat menjadi 45.600 orang.
Manfaat hilirisasi tidak hanya terlihat dari sisi lapangan kerja, tetapi juga memberikan kontribusi pada penerimaan negara melalui pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), royalti, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Contoh yang diungkapkan adalah keuntungan yang diperoleh negara dari hilirisasi nikel di Morowali, Sulawesi Tengah. Meskipun Jokowi enggan menyebutkan jumlah pastinya, dia menyatakan bahwa negara telah mendapat pendapatan yang besar dari hilirisasi nikel di wilayah tersebut.
Sebelumnya, IMF telah meminta Jokowi untuk mempertimbangkan pelonggaran pembatasan ekspor nikel dan komoditas lainnya. Permintaan tersebut disampaikan melalui “IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia” yang diterbitkan pada Minggu (25/6) lalu.
IMF sebenarnya menyambut baik ambisi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dalam ekspor mineral dan menarik investasi asing melalui kebijakan larangan ekspor. Namun, mereka menyarankan agar kebijakan tersebut didasarkan pada analisis biaya-manfaat yang lebih mendalam dan dirancang untuk meminimalkan dampak lintas batas.
“Dalam konteks itu, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain,” tulis laporan IMF.
Hilirisasi Bahan Mentah: Tantangan dan Manfaatnya bagi Indonesia
Dalam kaitannya dengan tantangan yang dihadapi, IMF meminta Jokowi untuk mempertimbangkan pelonggaran pembatasan ekspor nikel dan komoditas lainnya. Namun, Jokowi tetap teguh dalam keputusannya untuk melanjutkan program hilirisasi bahan mentah. Ia meyakini bahwa program ini memberikan manfaat signifikan bagi Indonesia, seperti menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan meningkatkan kontribusi penerimaan negara dari sektor pajak dan royalti.
Meskipun gugatan dari UE dan permintaan dari IMF merupakan tantangan nyata, pemerintah berkomitmen untuk menghadapinya dengan penuh keyakinan. Dalam program hilirisasi ini, Indonesia berupaya meningkatkan nilai tambah dalam ekspor mineral dan menarik investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.