Biasanya, perusahaan aggregator mengandalkan analisis data dan keahlian operasional untuk meningkatkan penjualan merek di platform e-commerce. Namun, perlambatan penjualan setelah pandemi berakhir membuat investor lebih berhati-hati.
Pada tahun 2022, Thrasio melakukan pemutusan hubungan kerja yang memengaruhi 20 persen dari total karyawan mereka. Pendiri perusahaan, Josh Silberstein, juga telah meninggalkan jabatannya.
Di Indonesia, beberapa startup juga menjalankan bisnis yang serupa dengan brand aggregator, seperti Una Brand, Hypefest, dan Open Labs yang dimiliki oleh Bukalapak.
Menghadapi Tantangan dan Peluang: Masa Depan Brand Aggregator di Era E-commerce
Dengan pertumbuhan bisnis e-commerce yang terus berkembang, model bisnis brand aggregator seperti Thrasio telah menjadi sorotan. Meskipun menghadapi tantangan keuangan, Thrasio dan perusahaan sejenisnya terus berupaya untuk bertahan dengan menggalang dana baru dan menyesuaikan strategi operasional mereka.
Perlambatan penjualan pasca-pandemi telah menimbulkan kehati-hatian di kalangan investor, namun potensi bisnis ini tetap menarik bagi pelaku pasar. Di Indonesia, startup seperti Una Brand, Hypefest, dan Open Labs juga mulai menunjukkan keberhasilan dalam menjalankan model bisnis yang serupa.
Melalui strategi adaptasi dan inovasi terus-menerus, brand aggregator memiliki peluang untuk tetap relevan dan berkembang dalam pasar e-commerce yang kompetitif.