Menurut pandangan Bamsoet, permasalahan semacam ini masih belum memiliki solusi yang jelas. Oleh karena itu, ia percaya bahwa situasi seperti ini memerlukan perhatian yang sangat serius.
Bamsoet juga merujuk kepada masa sebelum adanya perubahan dalam Undang-Undang 1945, di mana MPR masih memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan demi melengkapi kekosongan dalam aturan konstitusi.
“Sebagai representasi dari prinsip kedaulatan rakyat, sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UUD, MPR dapat diberikan kewenangan yang sangat besar untuk mengambil keputusan atau penetapan yang akan mengatur dan menangani dampak dari situasi darurat, baik dalam aspek fiskal maupun politik, yang tidak mungkin diantisipasi dan dikendalikan secara normal,” jelasnya.
Usulan yang diungkapkan oleh Bamsoet ini mirip dengan pandangan yang pernah dikemukakan oleh Ketua DPD, La Nyalla Mattalitti, beberapa waktu yang lalu. La Nyalla juga mengusulkan beberapa poin proposal kenegaraan dari DPD untuk melakukan amandemen pada konstitusi.
Salah satu usulannya adalah untuk mengembalikan peran MPR sebagai lembaga tertinggi dalam negara. Selain itu, MPR juga akan diberikan wewenang untuk memilih presiden.
Usulan Bamsoet dan La Nyalla: Mengembalikan Peran Tertinggi MPR dalam Konteks Pemilu dan Kondisi Darurat
Dalam era perubahan yang dinamis, pertanyaan mengenai pengembalian peran MPR sebagai lembaga tertinggi tetap mengundang diskusi mendalam. Sebelum adanya keputusan konkret, perlu adanya dialog antara pemangku kepentingan dan penyelidikan yang teliti terhadap implikasi hukum, politik, dan sosial dari perubahan ini.
Dengan demikian, harapan akan tata kelola yang lebih efektif dan responsif dalam situasi normal maupun darurat dapat tercapai dengan seimbang.