MEMO,Jember: Dalam terobosan yang mengagumkan, Universitas Jember melalui Kelompok Riset MORINDEV memberikan solusi revolusioner untuk petani kelor di Desa Pakandangan Sangra, Kabupaten Sumenep.
Alat Pengering Kelor canggih ini, tanpa tergantung pada sinar matahari, menjadi jawaban atas permasalahan musim hujan yang selama ini menghambat produksi produk olahan kelor. Bagaimana inovasi ini mengubah permainan bagi industri kelor?
Universitas Jember Hibahkan Alat Pengering Kelor pada Petani Moringa
Universitas Jember melalui Kelompok Riset (KeRis) MORINDEV Innovation and Development of Moringa Research Group memberikan hibah Alat Pengering Kelor pada tanggal 3 September 2023.
Alat Pengering Kelor ini diberikan kepada para petani kelor di Desa Pakandangan Sangra, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, dengan harapan dapat meningkatkan produksi produk olahan tanaman kelor agar dapat bersaing di pasar
internasional.
Peningkatan Produksi Moringa: Desa Bluto Menjadi Pusat Budidaya Kelor
Djoko Soedjono SP MP, seorang Dosen di Fakultas Pertanian dan anggota Kelompok Riset tersebut, menjelaskan bahwa kelebihan dari alat ini adalah kemampuannya yang lebih efektif saat musim hujan, tidak bergantung pada sinar matahari. Selain itu, proses pengeringannya lebih cepat dibandingkan dengan proses pengeringan di bawah sinar matahari, suhu dapat diatur sesuai kebutuhan, dan tidak terkontaminasi oleh kotoran di ruang terbuka.
Djoko Soedjono juga menambahkan, “Kapasitas produksi pengeringan mencapai 8 kg per hari. Dengan suhu 60⁰C, hanya dibutuhkan 4 jam, dan jika suhunya diatur pada 50⁰C, hanya dibutuhkan 5 jam. Para petani dapat mengatur produksinya sesuai kebutuhan.”
Profesor Soetriono, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jember, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendampingi para petani kelor di desa tersebut, dengan harapan Desa Bluto dapat menjadi pusat riset dan produksi tanaman kelor serta produk turunannya di Pulau Madura.
“Saya berharap desa ini akan menjadi
destinasi riset bagi ilmuwan yang membidangi tanaman kelor, serta menjadi pusat edukasi bagi masyarakat Pulau Madura yang ingin mempelajari budidaya tanaman kelor dan produk-produk turunannya secara langsung,” ungkap Soetriono.
Sementara itu, Ahmad Nurdi, Ketua Kelompok Tani Desa Pakandangan Sangra, Kecamatan Bluto, mengatakan bahwa hibah alat ini akan sangat bermanfaat bagi kelompoknya, terutama saat musim hujan. Dia juga menyebutkan bahwa produk turunan kelor seperti mie kelor, kerupuk kelor, emping, dan rengginang yang mereka produksi sangat diminati sebagai oleh-oleh khas Pulau Madura.
Ahmad Nurdi menekankan pentingnya meningkatkan budidaya kelor karena masih dibutuhkan oleh pasar dunia. Saat ini, suplai kelor terbesar di dunia hanya berasal dari Indonesia dan India, namun hanya dapat memenuhi 30 persen dari total kebutuhan. Sehingga potensi produksi kelor masih sangat besar.