Dalam sebuah aksi tegas, Kelompok aktivis Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN) Sumba telah mengutuk keras praktik kawin tangkap yang baru-baru ini muncul kembali di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Praktik yang disebut sebagai kejahatan kemanusiaan ini telah mencuri perhatian publik, dan SOPAN Sumba dengan yakin menyuarakan penolakan mereka terhadap budaya kekerasan ini.
Bagaimana SOPAN Sumba berperan dalam melawan praktik ini dan apa yang perlu dilakukan lebih lanjut? Mari kita simak kesimpulan artikel ini.
SOPAN Sumba: Mengutuk Praktik Kawin Tangkap dan Melawan Kekerasan Budaya
Kelompok aktivis Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN) Sumba dengan tegas mengutuk praktik kawin tangkap yang kembali muncul di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Yustina Dama Dia, Direktur SOPAN Sumba, mengecam keras tindakan ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, dan ia menegaskan bahwa kekerasan yang dilakukan dengan dalih budaya tidak dapat diterima.
Beberapa waktu lalu, video viral menunjukkan sekelompok pria memaksa seorang perempuan dan membawanya pergi menggunakan mobil pikap.
Menurut Yustina, insiden kawin tangkap ini terjadi pada Kamis (7/9).
Ia menjelaskan bahwa praktik kawin tangkap di Sumba bukanlah hal baru. Sebelumnya, pada akhir Juni 2020, kasus serupa juga pernah terjadi di Sumba dan telah menarik perhatian pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
“Kawin paksa adalah tindakan di mana seseorang dipaksa untuk menikah tanpa persetujuannya. Ini merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang diakui secara internasional,” tambah Yustina.
Perjuangan SOPAN Sumba untuk Melindungi Hak Perempuan dan HAM
Yustina menekankan pentingnya mengingat bahwa kawin paksa adalah pelanggaran serius terhadap HAM. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang kuat untuk melawan praktik ini sebagai bagian dari usaha yang lebih luas dalam mempromosikan dan melindungi HAM di seluruh dunia, terutama untuk perlindungan perempuan di Indonesia.
“Praktik kawin tangkap adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan yang harus dihapuskan,” tandas Yustina.