Mantan Kepala Basarnas, Marsdya (Purn) Henri Alfiandi, didakwa menerima suap sebesar Rp8,6 miliar terkait dengan pengadaan barang dan jasa, yang dikaitkan dengan dana komando (Dako). Oditur Militer menyebutkan bahwa Henri diduga menerima suap dari pihak-pihak terkait dengan PT Grafika Sejati dan PT Kindah Abadi Utama. Namun, ada kontroversi seputar dakwaan ini yang menyebabkan Henri dan timnya mengajukan eksepsi.
Penjelasan Detail Dakwaan dan Eksepsi yang Membuat Heboh Publik
Mantan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsdya (Purn) Henri Alfiandi, didakwa menerima suap sebesar Rp8,6 miliar terkait dengan pengadaan barang dan jasa, yang dihubungkan dengan dana komando (Dako).
Oditur Militer, Kolonel Laut Wensuslaus Kapo, menyampaikan bahwa Henri diduga menerima suap dari Mulsunadi Gunawan (saksi-10) sebagai Komisaris Utama PT Grafika Sejati dan Roni Aidil (saksi-9) sebagai Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama.
Menurut Kolonel Wensuslaus Kapo, “Jumlah total dana komando yang diberikan oleh saksi-9 dan saksi-10 kepada terdakwa selama menjabat sebagai Kabasarnas adalah sebesar Rp8.652.710.400,” yang diungkapkan saat pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta, pada hari Senin (1/4).
Henri disebut telah mengajukan permintaan untuk uang tersebut karena Mulsunadi dan Roni terlibat dalam proyek di Basarnas. Oditur menjelaskan bahwa yang mengurus Dako adalah Letkol Afri Budi Cahyanto (saksi-2) sebagai Koorsmin Kabasarnas. Jabatan Koorsmin sebelumnya tidak ada, tetapi dibentuk khusus oleh Henri.
“Dalam penggunaan dana komando dari rekanan terdakwa, selalu ada perintah kepada saksi-2 untuk mentransfer uang kepada Sukarjo, Iwan Pasek, Santi Pratiwi, Adelia, Rachael Sandika Putri, Adella, Nurseha, Sri Nurseha, dan Retri Koesuma sesuai dengan jumlah yang ditentukan oleh terdakwa, dan tujuannya adalah untuk kepentingan dinas, sosial, dan pribadi,” jelas oditur.
Henri didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setelah mendengar dakwaan tersebut, Henri mengatakan akan menyampaikan nota keberatan atau eksepsi. Sidang eksepsi akan digelar pada Senin, 22 April 2024.
“Kami mengajukan eksepsi,” kata Henri.
Penasihat hukum Henri, Muhammad Adrian Zulfikar, menyatakan pihaknya mengajukan eksepsi karena surat dakwaan tidak jelas.
“Dakwaan kabur dan tidak jelas karena dalam dakwaan pertama disebutkan bahwa tuduhan total dana komando yang diterima terdakwa sebesar Rp7,8 miliar. Namun, dalam dakwaan kedua dan ketiga disebutkan bahwa tuduhan total dana komando yang diterima Rp8,5 miliar,” ujar Adrian.
“Dalam dakwaan oditur tidak jelas mengurai cara-cara atau perbuatan seperti apa yang dilakukan bapak Henri selaku Kabasarnas untuk memenangkan mitra-mitra tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa,” tambahnya.
Kasus Suap Henri Alfiandi: Dakwaan, Eksepsi, dan Klarifikasi
Setelah mendengarkan dakwaan tersebut, Henri dan tim hukumnya menyatakan keberatan karena dakwaan terkesan kabur dan tidak konsisten. Dalam dakwaan pertama disebutkan jumlah suap sebesar Rp7,8 miliar, sementara dalam dakwaan selanjutnya disebutkan sebesar Rp8,5 miliar.
Hal ini menimbulkan keraguan akan konsistensi bukti yang diajukan. Selain itu, dalam dakwaan oditur tidak terurai secara jelas bagaimana kontribusi Henri dalam memenangkan proyek pengadaan barang dan jasa untuk mitra tertentu.
Dengan demikian, terdapat perdebatan yang perlu dipecahkan oleh pengadilan terkait kejelasan dakwaan dan bukti yang disampaikan dalam kasus ini.