Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Mukri Friatna, juga mengamini bahwa Perda Nomor 13 Tahun 2011 dan Perda Nomor 9 Tahun 2020 merupakan landasan utama proyek reklamasi yang kini mengarah pada pembangunan pagar laut.
“Pengembangan Kota Baru ini dimulai dari PIK2 dan terus meluas ke sisi barat Pantura Tangerang. Wilayah yang terdampak meliputi Dadap, Kosambi, Cituis, Pakuhaji, Tanjung Pasir, Teluk Naga, Tanjung Kait, Mauk, hingga Kronjo,” paparnya.
Ia mengungkapkan bahwa skema reklamasi ini telah tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) Perda tersebut, yang kemudian diperbarui kembali dalam Pasal 8 ayat (4) melalui revisi Perda tahun 2020.
“Fakta bahwa pagar laut yang kini berdiri di pesisir pantai Tangerang sebenarnya adalah bagian dari peta reklamasi yang telah dirancang sejak lama. Ini jelas merupakan bentuk kejahatan tata ruang yang disengaja,” tegas Mukri.
Ketika dimintai keterangan terkait kontroversi ini, Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang, Soma Atmaja, memilih untuk tidak berkomentar.
“Maaf ya, maaf ya, saya tidak bisa memberikan tanggapan,” ucapnya singkat saat diwawancarai awak media dalam acara pembongkaran pagar laut yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta TNI.
Kasus ini semakin menimbulkan tanda tanya besar mengenai transparansi kebijakan tata ruang di Kabupaten Tangerang, sekaligus membuka dugaan adanya praktik manipulasi hukum demi kepentingan bisnis tertentu.