Ardhasena Sopaheluwakan, Plt. Deputi Bidang Klimatologi di BMKG, mengatakan bahwa emisi dari PLTU adalah salah satu faktor penyebab buruknya kualitas udara, tetapi bukan satu-satunya faktor. Kualitas udara yang buruk merupakan akumulasi dari berbagai aktivitas manusia, seperti kendaraan bermotor dan sektor energi seperti PLTU.
Berdasarkan pemantauan Satelit TROPOMI terhadap Total Kolom NO2, Ardhasena juga mengungkapkan bahwa ada indikasi kontribusi pencemaran udara dari wilayah luar Jakarta karena NO2 merupakan polutan udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Hal ini dimungkinkan karena pergerakan angin di sekitar wilayah Jakarta dari sumber emisi tersebut.
Namun demikian, sumber emisi lokal seperti transportasi dan industri, baik di dalam maupun di sekitar Jakarta, juga memberikan kontribusi signifikan terhadap kualitas udara di Jakarta. Temuan dari CREA juga menguatkan informasi BMKG mengenai polusi lintas batas udara dan menentang pernyataan KLHK yang menyatakan bahwa aktivitas PLTU, terutama di Suralaya, Banten, tidak mencemari kualitas udara di Jakarta.
Dengan menggunakan metode meteorologi The Air Pollution Model (TAPM) dan metode penyebaran Calpuff (simulasi dengan berbagai variasi kondisi cuaca) selama tahun 2014, CREA menemukan bahwa emisi dari beberapa PLTU dapat mencapai Jakarta.
Dampak dari emisi PLTU tersebut terhadap kualitas udara di Jakarta juga dipengaruhi oleh arah angin, kecepatan angin, dan faktor atmosfer lainnya.
Perjuangan Melawan Polusi Udara di Jakarta: Sumber dan Dampaknya
Penelitian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga menegaskan dampak polusi lintas batas dari wilayah luar Jakarta, sementara sumber emisi lokal seperti transportasi dan industri juga turut berperan. Oleh karena itu, langkah-langkah untuk mengatasi polusi udara di Jakarta harus mencakup kontrol emisi dari berbagai sektor, serta kerjasama lintas batas.
Kualitas udara yang lebih baik adalah tantangan yang harus dihadapi bersama untuk kesehatan dan lingkungan yang lebih baik di ibu kota.