Gibran Rakabuming Raka mencetuskan sorotan dengan istilah ‘berburu di kebun binatang’ dalam debat terbaru, mengundang perhatian dalam dunia perpajakan. Analisis istilah ini sejarahnya hingga implementasinya dalam kebijakan perpajakan, serta pandangan tokoh penting, menyoroti esensi keadilan dalam pemungutan pajak di Indonesia.
Evokasi Kontroversial: Sejarah, Kebijakan, dan Pandangan Terkait Pajak Indonesia
Istilah ‘berburu di kebun binatang’ menjadi sorotan setelah Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden nomor urut 2, mengemukakannya dalam debat terbaru pada 22 Desember 2023 lalu. Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu), juga memberikan tanggapannya terkait istilah tersebut melalui akun pribadinya. Menurutnya, istilah ini sudah lazim digunakan dalam dunia perpajakan.
“Dalam hal ini, kita harus adil dan objektif. Istilah ‘berburu di kebun binatang’ sudah sangat umum di dunia perpajakan,” ujar Prastowo di akun pribadinya, dilansir pada Rabu (27/12/2023).
Namun, dari mana asal mula istilah ini?
Penelitian menunjukkan bahwa istilah “berburu di kebun binatang” atau dahulu dikenal sebagai “berburu macan di kebun binatang atau rimba” sudah sering digunakan dalam dunia perpajakan. Istilah ini mulai populer di era 1980an, terutama saat Indonesia melakukan reformasi pajak yang besar pada tahun 1990an.
Pada tahun 2006, istilah ini kembali mencuri perhatian saat Direktorat Jenderal Pajak saat itu di bawah Darmin Nasution melakukan langkah ekstensif.
“Segala upaya ini harus didukung untuk menjaga keadilan dalam masyarakat, agar pemerintah tidak hanya fokus pada satu hal saja dalam menarik pajak. Artinya, jangan hanya mengenakan pajak pada hal yang itu-itu saja,” ungkap Darmin seperti yang dikutip dari situs resmi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.
Selama menjabat sebagai Dirjen Pajak (2006-2009), Darmin dikenal karena banyak inovasi yang dilakukannya di bidang perpajakan. Salah satunya adalah kebijakan sunset policy.
Sunset policy, secara sederhana, adalah penghapusan sanksi administrasi pajak bagi individu maupun badan usaha. Jadi, ketika ada kesalahan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan terdeteksi ada pembayaran yang kurang, pemerintah akan menghapus kekurangan tersebut.
Kebijakan ini dianggap berhasil karena untuk pertama kalinya pendapatan pajak melebihi target, mencapai Rp 571 triliun (106,7%). Selain itu, pemerintah juga mendaftarkan 5,6 juta wajib pajak baru.
Keadilan Dalam Pemungutan Pajak: Telaah ‘Berburu di Kebun Binatang’
Ekstensifikasi adalah upaya untuk menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar dalam administrasi DJP. Peningkatan pendapatan pajak melalui ekstensifikasi ini yang disebut sebagai “berburu di kebun binatang”. Pada tahun 2016, pemerintah kembali melakukan ekstensifikasi pajak melalui tax amnesty.
Prastowo mengaitkan tax amnesty dengan istilah tersebut. Baginya, istilah ini mirip dengan ‘mancing di akuarium’.
“Ketika kami mensosialisasikan tax amnesty 2016, kami sering menggunakan gambaran ini untuk menyatakan ketidakadilan sistem saat itu karena hanya menargetkan hal-hal yang itu-itu saja. Saya bahkan pernah menyebutnya sebagai ‘mancing di akuarium’,” ucapnya.
Ternyata, istilah ‘berburu di kebun binatang’ juga pernah diucapkan oleh pengusaha Tanah Air. Salah satunya adalah Chairul Tanjung atau akrab disapa CT.
Dalam diskusi pada Perayaan Hari Pajak 2022, CT berbagi pandangannya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dia menegaskan agar pemerintah tidak menggunakan cara ‘berburu di kebun binatang’ saat mengumpulkan pajak. Artinya, pajak yang ditarik jangan hanya dari pihak yang sama setiap saat.
“Ada baiknya juga di luar wilayah yang sudah biasa. […] Kita tahu, banyak pengusaha yang tidak dikenal, usahanya tidak dikenal. Dari segi perbankan, ada yang memiliki kekayaan ratusan miliar atau triliun. Perbandingan kekayaan saya dengan mereka, jumlah uang mereka jauh lebih besar dan mereka belum terkena dampaknya,” ungkap CT.
Poin utamanya, menurut CT, adalah komunikasi. Otoritas pajak sebaiknya tidak terlalu menekan para pengusaha. Pengusaha, menurut analogi CT, mirip dengan ayam petelur. Ayamnya adalah pengusaha, sedangkan telurnya adalah hasil usahanya.
“Para petugas pajak harus memahami bahwa pengusaha ini seperti ayam petelur, hasilnya diambil dengan cara yang benar supaya ayamnya tidak stres. Jika ayamnya stres, produksi telur akan menurun. […] Komunikasi adalah kuncinya,” tambahnya.
Menjaga Keadilan dalam Pemungutan Pajak: Makna di Balik Istilah ‘Berburu di Kebun Binatang’
Dalam esensinya, istilah ‘berburu di kebun binatang’ menjadi cerminan dari semangat untuk menjaga kesetaraan dan keadilan. Kritik yang disampaikan terhadap kebijakan pajak yang hanya mengejar target yang spesifik mencerminkan kebutuhan akan pendekatan yang lebih luas dan berpihak pada beragam pihak.
Komunikasi yang baik antara otoritas pajak dan pengusaha menjadi kunci dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.