Sayangnya, hal tersebut belum bisa diubah dalam masyarakat karena terkait dengan perubahan perilaku dalam waktu singkat.
Gaungan untuk mensosialisasikan pentingnya memakai kondom sebagai alat proteksi diri dari penularan infeksi seksual menular juga kian mengecil.
“Di lapangan saya banyak menghadapi tantangan, seakan akan kita menghalalkan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan, padahal kalau pendekatannya bukan dari sana, kalau dari sisi kesehatan kita hanya bisa menganjurkan pemakaian kondom itu maksudnya,” ujarnya.
Sekretaris dan Koordinator Tim Asisten Penanggulangan AIDS Banten itu menuturkan saat ini kesadaran untuk menggunakan kondom semakin mengecil, meskipun peredarannya sudah dibebaskan dijual di berbagai minimarket yang ada.
Guna mengatasi permasalahan tersebut, dia berharap supaya sosialisasi terkait kondom atau HIV/AIDS mulai digencarkan sejak saat ini di tingkat keluarga sebagai bentuk pencegahan dini dan mencegah penularan di tingkat anak-anak melalui orang tua.
Selain itu, orang tua harus memberikan bimbingan terkait literasi digital yang berkaitan dengan akses informasi ataupun hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan seks bebas. Hal itu ditujukan agar anak tidak mengambil tindakan yang salah di masa depan.
“Kita ingin menjadikan ibu center of excellent tadi. Nanti dia akan menularkan pengetahuannya pada anaknya sejak dini. Pendidikan seks harus dimulai sejak dini bukan setelah seseorang masuk akhir balik atau dewasa. Ini harus dibimbing bukan mencari sendiri, harus dibimbing orang tua,” ujar anggota panel ahli HIV/AIDS dan IMS Kemenkes itu.