foto : Pertemuan warga Dusun Tambakrejo Desa Sambirejo menyelesaikan konflik limbah tol.
NGANJUK,MEMO.CO.ID – Pengelolaan tanah limbah proyek tol di Dusun Tambakrejo Desa Sambirejo Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk yang berjalan belum genap satu bulan menuai gejolak.
Hal itu dilatarbelakangi soal kepentingan sekelompok warga setempat yang ingin mendapatkan tanah uruk tapi dengan harga dibawah kesepakatan awal yaitu Rp 50 ribu per ret. Karena dianggap melenceng dari ketentuan, pada akhirnya panitia pengelola limbah yang diketuai Sutarno menolak keras permintaan itu.
Dengan sikap tegas dari panitia seperti itu akhirnya berujung gesekan. Itu dibuktikan pada tanggal 22 mei silam, kurang lebih ada sekitar 30 warga dari dusun Tambakrejo menggelar aksi unjuk rasa di balai desa setempat dengan satu tuntutan yaitu bubarkan panitia.
Namun demikian misi para warga yang notabenya bersebrangan dengan kelompok panitia itu kandas. Karena dari pihak pemerintahan desa setempat tidak bisa memutuskan secara sepihak. Akhirnya dimunculkan agenda baru yaitu musyawarah lanjutan terkait konflik tanah limbah proyek tol.
Selang empat hari pasca unjuk rasa , dari dua kubu yang berseteru akhirnya memenuhi undangan musyawarah penyelesaian konflik tanah limbah tol yang dilaksanakan pada hari jum’at (26/5) siang sekitar pukul 14.30 WIB dikediaman ketua panitia pengelola limbah proyek tol, Sutarno.
Dalam musyawarah tersebut sempat diwarnai hujan intrupsi dan adu argumentasi antara dua kubu. Seperti yang dilontarkan oleh Tarmuji selaku koordinator kelompok kontra menyatakan sikap tegas tetap menolak dan bubarkan panitia.
Alasanya seputar transparansi pengelolaan uang hasil penjualan limbah tol dianggap tidak jelas. Dengan anggapan itu, Tarmuji dalam forum tetap bersikeras panitia wajib dibubarkan.
Dengan argumentasi seperti itu oleh Sutarno ditanggapi dingin. Pada garis besarnya menurut Sutarno pembentukan panitia adalah permintaan warga atas dasar petunjuk dari desa.
Adu argumentasi cukup alot. Untuk menghindari konflik, akhirnya Kepala Desa Sambirejo, Wakijan menempuh cara voting. Ada dua pilihan yang disampaikan kepada puluhan warga yang hadir dalam forum yaitu panitia dibubarkan atau diteruskan. Spontan para warga kompak panitia diteruskan.
Karena suara terbanyak memilih panitia diteruskan maka diputuskan seketika itu juga oleh kades bahwa panitia batal dibubarkan alias bisa aktifitas lagi.
” Pihak tol jauh hari sudah menyerahkan sepenuhnya tanah buangan untuk dikelola desa. Agar dalam pengelolaan itu bisa bermanfaat akhirnya pihak desa menyarankan untuk membentuk panitia yang bertugas menjual dan mengelola uang hasil penjualan limbah untuk kepentingan lingkungan,” tegas Sutarno usai forum.
Ditanya wartawan seputar penggunaan uang hasil penjualan tanah buangan tol dikatakan Sutarno diperuntukkan untuk kas dusun, karang taruna dan tanah wakaf.
Sekedar diketahui dalam forum tersebut juga dihadiri dari jajaran Muspika setempat. (adi)