MEMO – Sektor pariwisata digadang-gadang akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan. Oleh karena itu, revisi Undang-Undang Pariwisata harus mengutamakan kepentingan rakyat secara merata.
“Ada beberapa poin penting dalam undang-undang ini, di antaranya kelembagaan, destinasi wisata, pendidikan, dan pendanaan sebagai aspek krusial,” ujar Novita Hardini, anggota Komisi VII DPR RI, usai rapat kerja di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Ia menekankan, proses revisi undang-undang ini harus dilakukan dengan cermat, jangan sampai hasilnya asal-asalan. Pemerintah perlu menerima usulan yang pro rakyat tanpa mengabaikan poin-poin penting.
Selain itu, regulasi terkait wisatawan asing juga menjadi bagian dari pembahasan revisi undang-undang ini, khususnya dalam sub-pembahasan mengenai kelembagaan pariwisata.
Novita menjelaskan bahwa DPR RI mengusulkan pembentukan badan otoritas yang memiliki wewenang dalam pengelolaan pariwisata. Badan ini bukan sekadar tempat pertemuan, tetapi harus berperan aktif dalam pembangunan sektor pariwisata.
Ia menambahkan, negara-negara seperti Singapura dan Thailand sudah memiliki Tourism Board yang berfungsi optimal. Indonesia pun perlu membentuk Badan Pariwisata Indonesia dengan kewenangan yang jelas.
Lebih lanjut, Novita menekankan bahwa pajak turis menjadi salah satu hal yang harus diatur dalam revisi undang-undang ini. Saat ini, pendapatan negara dari pajak turis belum bisa diukur secara efektif.
“Dengan adanya badan otorita, pengawasan terhadap pajak turis akan lebih terstruktur dan merata di seluruh daerah,” ujar Novita Hardini. Dengan demikian, kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional bisa lebih maksimal.