Nasib tragis menimpa Siti Patimah (39), mantan pekerja migran di Arab Saudi, yang kini harus menghadapi penderitaan akibat asam urat. Kembali ke Tanah Air dengan gejala mengkhawatirkan, Siti dan ayahnya, Enjen, berjuang menghadapi keterbatasan akibat penyakit serius mereka.
Dengan warung kecil sebagai sumber penghidupan, mereka membutuhkan uluran tangan dermawan untuk meringankan beban hidup. Mari bergabung menjadi #sahabatbaik dalam kampanye berbuatbaik.id dan berdonasi untuk membantu Siti dan Enjen melalui tantangan hidup mereka.
Siti Patimah Berjuang Lawan Asam Urat Usai Pekerjaan Migran di Arab Saudi
Kisah tragis menimpa Siti Patimah (39), seorang warga Desa Bumi Tinggi, Kecamatan Bumi Agung, Lampung Timur. Dahulu, Siti bekerja sebagai pekerja migran di Arab Saudi pada tahun 2002, namun setelah pulang dari sana, ia mengalami gejala yang sangat mengkhawatirkan dan akhirnya terpaksa dipulangkan ke Indonesia. Siti mengklaim bahwa penyebabnya adalah asam uratnya yang bermasalah.
“Awalnya, rasa kram muncul di jari tangan, kemudian merambat hingga bagian jempol sebelah kanan. Saat itu, dia masih bekerja sebagai TKW di Arab Saudi dan sudah mencoba diobati oleh majikannya, namun sayangnya, kondisinya tak kunjung membaik. Selama 20 bulan, Siti berjuang untuk sembuh di Arab Saudi. Akhirnya, dia meminta untuk pulang ke Tanah Air meskipun masih dalam keadaan sakit,” ungkap Amrizal, seorang relawan dari berbuatbaik.id yang pernah mengunjungi Siti.
Setelah kembali dari Arab Saudi, kondisi Siti semakin melemah hingga ia tak mampu melakukan apapun. Keluarganya mencoba membawa Siti berobat, tetapi kesembuhan tetap tak kunjung datang, dan akhirnya mereka menyerah karena keterbatasan biaya.
“Keluarga berusaha mencari pengobatan alternatif dengan membawa Siti ke dukun urut di kampung terdekat, namun juga tak berhasil menyembuhkan penyakitnya,” tambah Amrizal.
Sebagai anak ke-8 dari 12 bersaudara, Siti saat ini hanya bisa terbaring lemah di atas tempat tidur. Semua aktivitasnya dilakukan di tempat tidur, termasuk makan dan buang air. Malangnya, nasib buruk tak hanya menimpa Siti, ayahnya, Enjen, juga menderita penyakit yang serupa.