Kenaikan harga bahan pokok, terutama beras dan cabai, telah menjadi sorotan bagi pedagang kuliner di Indonesia. Bagaimana mereka mengatasi tantangan ini? Mari kita simak kisah pengusaha kuliner seperti Adeline di Sidoarjo dan pedagang nasi uduk Syarif di Jakarta Selatan yang berjuang mempertahankan harga jualan mereka meskipun dihadapkan pada lonjakan harga pangan.
Kisah Adeline dan Syarif: Cara Tangguh Hadapi Lonjakan Harga Bahan Pokok
Kenaikan harga bahan pokok telah menjadi beban berat bagi sejumlah pedagang kuliner, termasuk warteg, yang kini merasa kesulitan. Salah satunya adalah Adeline, seorang pengusaha kuliner yang memiliki kedai di Sidoarjo. Ia mengungkapkan kebingungannya menghadapi lonjakan harga pangan, terutama beras dan cabai.
Adeline dengan nada keheranan menyatakan, “Saya benar-benar bingung. Harga beras melambung tinggi, dan cabai merah besar sekarang mencapai Rp40 ribu per kilogram, sedangkan biasanya hanya sekitar Rp16 ribu per kilogram.” Hal ini dikatakannya pada hari Senin (2/10).
Selain itu, Adeline yang menjual berbagai macam makanan, mulai dari nasi goreng hingga mie pangsit, juga mengeluhkan harga mentimun yang naik dari Rp6.000 per kilogram menjadi Rp10 ribu per kilogram.
Walaupun harga bahan pangan terus melonjak, Adeline berusaha keras untuk tidak menaikkan harga jualannya. Ia merasa khawatir bahwa kenaikan harga tersebut akan membuat dagangannya sulit terjual.
Untuk mengatasi situasi ini, ia akhirnya memutuskan untuk mengurangi porsi dan takaran makanan yang dijualnya. “Saya tetap berusaha menjaga harga seperti biasanya, karena jika kita menaikkan harga, bisa membuat pelanggan enggan datang. Jadi, saya tetap menjaga harga stabil. Hanya saja, kadang-kadang saya mengurangi porsi nasi dan menambahkan jumlah sayuran,” ujarnya.
Adeline mengakui bahwa setiap harinya ia membutuhkan 2-5 kilogram beras untuk berjualan.
Strategi Adeline: Menyesuaikan Porsi dan Terus Berinovasi
Di tempat lain, seorang pedagang kaki lima yang menjual nasi uduk di Jakarta Selatan, bernama Syarif, juga menghadapi masalah yang sama akibat kenaikan harga bahan pangan. Ia mengungkapkan bahwa harga beras naik sebesar Rp70 ribu, dari Rp530 ribu per karung menjadi Rp600 ribu per karung. Kenaikan harga ini sudah dirasakannya dalam satu bulan terakhir, dan hingga saat ini, belum ada tanda-tanda penurunan harga.
Tak hanya beras, Syarif juga mengeluhkan kenaikan harga cabai, bawang, dan ketimun dalam beberapa waktu terakhir. Ia mengatakan bahwa sebelumnya ia membeli cabai seharga Rp25 ribu per kilogram, tetapi kini harganya melonjak menjadi Rp40 ribu per kilogram. Sementara itu, harga ketimun yang sebelumnya Rp7.000 per kilogram, kini mencapai Rp15 ribu per kilogram.
Meskipun menghadapi kenaikan harga bahan pokok yang signifikan, Syarif tidak berani menaikkan harga menu yang ditawarkan di warungnya. Ia sadar bahwa jika menaikkan harga, pembeli mungkin akan beralih ke tempat lain. Oleh karena itu, dia memilih untuk tetap menjaga harga tetap stabil meskipun pendapatannya terganggu.
“Pendapatan kami tentu berkurang. Ini sungguh membuat saya bingung, terutama karena kenaikan harga pangan ini terasa cukup signifikan,” ungkap Syarif dengan nada keprihatinan.
Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok Terhadap Pedagang Kuliner di Indonesia
Kisah mereka mencerminkan ketahanan dan adaptabilitas pedagang kuliner di tengah tantangan ekonomi yang tidak terduga. Sementara kenaikan harga bahan pokok membuat mereka “pusing tujuh keliling,” semangat untuk terus berusaha dan berinovasi dalam menghadapi perubahan harga pangan tetap menyala.
Kesabaran dan tekad pedagang seperti Adeline dan Syarif merupakan cerminan dari semangat pengusaha kuliner Indonesia yang terus berjuang menghadapi perubahan ekonomi.