“Jika kenaikan upah berada di bawah pertumbuhan ekonomi, artinya pekerja tidak ikut merasakannya. Lalu, siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi? Golongan atas,” tambah Ristadi.
Ristadi juga menambahkan bahwa kebijakan penentuan UMP juga tidak efektif. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah sebaiknya menghapus kebijakan UMP kecuali untuk Jakarta.
Namun, saat ini KSPN masih dalam proses menentukan sikap terkait kenaikan upah tahun 2024, terutama dengan situasi industri tekstil yang mengalami banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengumumkan bahwa mereka tetap akan melakukan mogok nasional seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Aksi ini dijadwalkan berlangsung antara tanggal 30 November hingga 13 Desember 2023.
Aksi tersebut bertujuan untuk menanggapi kebijakan penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) tahun 2024. Tuntutan dari buruh yang tergabung dalam KSPI adalah kenaikan UMK sebesar 15% pada tahun 2024.
Alasan dari tuntutan tersebut adalah berdasarkan hasil riset Litbang KSPI dan Partai Buruh mengenai kebutuhan hidup layak (KHL) di pasar, yang menunjukkan kenaikan sebesar 12-15% dengan naiknya harga bahan pokok, BBM, dan transportasi.
Said Iqbal juga menekankan bahwa jika PNS TNI Polri naik 8%, seharusnya kenaikan untuk buruh swasta juga sebanding yaitu 15%.
“Mogok yang kami pilih akan diatur sesuai dengan UU 9/1998 tentang unjuk rasa. Peserta mogok akan melibatkan seluruh buruh di pabrik, diperkirakan mencakup 100.000 pabrik,” jelas Said Iqbal.
“Bupati Bekasi telah menetapkan kenaikan UMK kabupaten Bekasi 2024 sebesar 13,99%. Maka Gubernur Jawa Barat tidak boleh mengubah rekomendasi tersebut. Jika rekomendasi tidak diikuti, kami akan menggelar mogok nasional,” tambahnya.
Kontroversi Kenaikan Upah Minimum Provinsi 2024: Pandangan Buruh dan Tuntutan Mogok Nasional