Selain itu, Lolly menekankan bahwa KPU harus mengingat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20 Tahun 2019. Putusan tersebut menegaskan bahwa jika e-KTP tidak tersedia, pemilih dapat menggunakan surat keterangan (suket).
Dampak Potensial Penggunaan Kartu Keluarga (KK) sebagai Identitas Pemilih dalam Pemilu 2024
“Jika KTP tidak ada, pemilih masih dapat menggunakan surat keterangan untuk memberikan suara. Mengapa? Karena surat keterangan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang,” jelas Lolly.
Lolly juga menyatakan bahwa jika KPU tetap memaksakan penggunaan KK sebagai pengganti KTP, maka ada potensi kerawanan dalam Pemilu 2024. Terlebih lagi, jumlah pemilih yang tidak memiliki e-KTP pada tahun 2024 mencapai lebih dari 4 juta orang.
“Memang data pemilih dapat dikorelasikan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KK melalui sistem online. Namun, tidak ada jaminan bahwa setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) akan melakukan pemeriksaan secara detail,” tegas Lolly.
Dalam artikel ini, ditemukan kontroversi terkait kebijakan KPU RI yang mengizinkan pemilih tanpa e-KTP menggunakan KK dalam Pemilu 2024.
Bawaslu RI menekankan pentingnya penggunaan e-KTP sebagai syarat untuk mencoblos sesuai dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi. Penggunaan KK sebagai pengganti KTP elektronik berpotensi menimbulkan kerawanan dan penyalahgunaan dalam proses pemilihan.
Meskipun data pemilih dapat dikorelasikan dengan NIK di KK melalui sistem online, tetap ada kekhawatiran bahwa pemeriksaan detail tidak akan dilakukan secara konsisten di semua Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dengan demikian, perdebatan ini memperlihatkan perlunya pemahaman yang jelas tentang persyaratan pemilih dalam pemilihan untuk menjaga integritas dan keabsahan proses demokrasi.