Jakarta, Memo
Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS melalui Arya Fernandes mengungkapkan bahwa koalisi pendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak sebesar dua pemerintahan sebelumnya. Namun, ia menyoroti bahwa jumlah menteri dalam Kabinet Merah Putih kali ini merupakan yang paling banyak dibandingkan periode sebelumnya.
Arya menjelaskan, meski koalisi pemerintahan Prabowo tidak tergolong gemuk, sekitar 70 persen, situasinya masih proporsional dibandingkan dengan masa pertama pemerintahan Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Arya, sejak pemilihan presiden langsung dimulai pada 2004, presiden terpilih biasanya berupaya menciptakan stabilitas pemerintahan dengan menggandeng dukungan luas di parlemen. Tujuannya adalah agar program-program pemerintah dapat berjalan dengan efektif.
Secara umum, persentase koalisi pemerintahan memang cenderung lebih besar dibandingkan koalisi saat pemilu. Arya memaparkan bahwa koalisi Prabowo mendapatkan dukungan sebesar 69,14 persen dari kursi di DPR untuk periode 2024-2029. Ini tidak jauh berbeda dari koalisi periode pertama SBY sebesar 74,18 persen dan periode kedua yang mencapai 75,54 persen.
Pada masa pemerintahan Jokowi, koalisi awalnya sebesar 68,93 persen dan meningkat hingga 91,30 persen pada periode kedua.
“Koalisi pemerintahan Prabowo cukup baik di angka 69 persen, tetapi yang lebih mencolok adalah jumlah menteri yang banyak,” ujar Arya dalam diskusi bertajuk “Merespons Kabinet Prabowo-Gibran: Implikasi, Risiko, dan Masukan” di Auditorium CSIS, Jakarta.
Arya juga menjelaskan tiga alasan mengapa Prabowo menyusun kabinet dengan banyak menteri. Pertama, Partai Gerindra sebagai pengusung utama Prabowo bukanlah pemenang pemilu legislatif 2024, hanya meraih 14 persen suara di DPR.
Kedua, sejak masa kampanye, tim Prabowo-Gibran sudah dirancang dengan struktur gemuk. Ketiga, pembentukan kabinet yang gemuk diperlukan untuk memastikan stabilitas politik, baik di dalam maupun di luar parlemen.
Arya menyoroti bahwa faktor stabilitas di luar parlemen ini cukup menarik. Prabowo juga melibatkan partai-partai yang tidak mendapatkan kursi DPR, serta merangkul berbagai kelompok seperti bisnis, agama, relawan, dan mantan aktivis mahasiswa.
Selain itu, tokoh media dan pegiat hak asasi manusia (HAM) turut dilibatkan dalam pemerintahan untuk menjaga harmoni politik.
“Keputusan ini menunjukkan bahwa Prabowo berupaya menciptakan stabilitas melalui keterlibatan berbagai pihak, bukan hanya dari parlemen,” pungkas Arya.