Dalam lintasan sejarah, beberapa negara yang dulu dikenal sebagai pusat kekayaan dan kemakmuran, kini harus menghadapi tantangan kemiskinan. Brunei Darussalam dan Singapura adalah contoh nyata bahwa kekayaan tidak selalu bersumber dari sumber daya alam.
Namun, di tengah kisah kejayaan, tujuh negara seperti Mali, Irak, Kuba, Zimbabwe, Nauru, Venezuela, dan Latvia mengalami perubahan drastis, menggeser status kekayaan menjadi bayangan masa lalu.
Kisah Mengejutkan dari Kemakmuran ke Kemiskinan
Banyak negara mengalami perubahan kekayaan seiring berjalannya waktu. Brunei Darussalam, contohnya, memiliki kemakmuran berkat sumber daya minyak dan gasnya. Di sisi lain, Singapura, meskipun kecil dan tanpa sumber daya alam, berhasil menjadi negara kaya dan pusat ekonomi di Asia.
Kategori kekayaan suatu negara sering diukur dari pendapatan nasional bruto per kapita, dan banyak negara yang kini dianggap miskin dulunya memiliki kejayaan ekonomi.
Berikut ini adalah tujuh negara yang pernah mengalami kekayaan namun kini berada dalam kategori miskin:
- Mali Mali pada masa kejayaannya di tahun 1300 pernah menjadi negara terkaya di Afrika dan salah satu yang terkaya di dunia. Kekayaan tersebut berasal dari cadangan emasnya yang diperdagangkan dengan berbagai negara seperti Mesir, Persia, Venesia, dan Genoa. Setelah mengalami kehancuran pada abad ke-16, kekuatannya merosot dan hingga kini belum pulih sepenuhnya. Mali saat ini, sebagian besar penduduknya bergantung pada pertanian musiman dan hidup sederhana.
- Irak Irak pernah mengalami pertumbuhan ekonomi pesat pada tahun 1960-1970-an, terutama dari sektor minyak bumi sebagai produsen terbesar kedua di dunia dan anggota OPEC. Namun, konflik berkepanjangan dengan negara tetangga dan kontroversi di dalam negeri menyebabkan Irak kehilangan kejayaannya. Saat ini, Irak menghadapi tantangan berupa ketidakstabilan dan ketegangan politik.
- Kuba Kuba pernah memiliki Gross Domestic Product (GDP) per kapita tertinggi di Amerika. Kuba dulu dikenal dengan kepemilikan mobil dan telepon yang tinggi, serta menjadi lokasi favorit orang kaya Amerika untuk berjudi. Namun, ketimpangan ekonomi dan pemerintahan yang represif menyebabkan kejatuhan ekonomi dan masalah sosial pada 1950-an.
- Zimbabwe Zimbabwe, yang sebelumnya terkenal dengan kekayaan alam dan industri pertaniannya pada 1980-an, mengalami perubahan drastis. Kebijakan pengambilalihan tanah pertanian pada tahun 2000 oleh Presiden Mugabe menyebabkan kemerosotan ekonomi, hiperinflasi, dan resesi. Zimbabwe berubah dari negara kaya menjadi salah satu yang membutuhkan bantuan.
- Nauru Pada tahun 1970-an, Nauru mengalami kekayaan melalui cadangan fosfat, yang menjadi komponen kunci dalam industri pupuk. Namun, ketidakmampuan mengelola dana dengan baik menyebabkan Nauru terjerat utang, dan sistem perbankan serta telekomunikasinya bangkrut, mempengaruhi kehidupan masyarakat.
- Venezuela Venezuela, yang sebelumnya tidak termasuk negara miskin, mengalami tekanan ekonomi berat karena ketergantungan pada minyak bumi. Hiperinflasi dan penurunan harga minyak pada 2014 mengakibatkan ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan, yang berujung pada kerusuhan dalam negeri.
- Latvia Latvia dulunya merupakan negara kaya di Eropa dengan sumber daya kayu dan hasil bumi yang melimpah. Namun, perang dunia II menyebabkan Latvia jatuh ke tangan Nazi dan Soviet, mengakibatkan kemiskinan dan keterbelakangan yang masih dirasakan hingga saat ini.
Perjalanan Kekayaan yang Pudar: Negara-Negara yang Dulu Makmur Kini Terjerat Kemiskinan
Melalui perjalanan waktu yang panjang, dari kejayaan hingga kemunduran, tergambarlah gambaran negara-negara yang kini berada dalam bayang-bayang kemiskinan. Pengambilalihan kekuasaan, konflik internal, dan ketidakmampuan dalam mengelola sumber daya menjadi benang merah yang menghubungkan mereka.
Dulu terkenal karena kekayaan, namun sekarang, Mali, Irak, Kuba, Zimbabwe, Nauru, Venezuela, dan Latvia, masing-masing memiliki kisah sendiri yang mengajarkan tentang perjalanan dari puncak kemakmuran hingga terjerat dalam ketidakpastian ekonomi.
Kesimpulan ini menegaskan bahwa kekayaan tidak selalu abadi, dan setiap negara harus menjaga keberlanjutan dan keseimbangan ekonominya agar tidak terjebak dalam jerat kemiskinan.