MEMO – Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, memberikan klarifikasi terkait kekhawatiran masyarakat atas dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terhadap transaksi menggunakan QRIS. Ia memastikan bahwa pengguna QRIS tidak akan dibebani PPN tambahan.
Febrio menjelaskan bahwa QRIS merupakan platform pembayaran digital yang menghubungkan penjual (merchant) dan pembeli (customer) berdasarkan nilai transaksi menggunakan teknologi finansial (fintech). Meskipun PPN dikenakan pada transaksi melalui fintech, beban tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan merchant.
“PPN memang dikenakan pada transaksi fintech, termasuk QRIS, tetapi beban pajak sepenuhnya menjadi tanggung jawab merchant, bukan pembeli,” tegas Febrio dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (22/12/2024).
Ketentuan ini telah diterapkan sejak 2022 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. Dengan demikian, meskipun tarif PPN naik dari 11 persen menjadi 12 persen, tidak ada tambahan beban bagi pembeli yang bertransaksi melalui QRIS.
Febrio juga menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak akan memberikan dampak besar terhadap perekonomian. Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 diperkirakan tetap berada di atas 5 persen. Namun, ia mengakui bahwa kenaikan ini akan memengaruhi inflasi sebesar 0,2 persen, menjadikan inflasi berada di angka 1,6 persen. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga inflasi dalam kisaran target APBN 2025, yakni 1,5 hingga 3,5 persen.
Sebagai bentuk antisipasi, pemerintah telah menyiapkan sejumlah stimulus, seperti bantuan pangan, diskon listrik, dan pembebasan pajak penghasilan selama setahun bagi pekerja di sektor tekstil, pakaian, alas kaki, dan furnitur. Selain itu, insentif seperti pembebasan PPN untuk rumah juga akan diberikan sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat.
“Pemerintah tetap optimistis dapat menjaga pertumbuhan ekonomi 2025 sesuai target APBN sebesar 5,2 persen,” pungkas Febrio.