Foto : Mbah witanto sesepu Desa Baleturi Kecamatan Prambon , Nganjuk yang masih dipercaya oleh pecinta benda pusaka peninggalan nenenk moyang untuk memandikan sebagai ritual tahunan di bulan Suro.
NGANJUK,MEMO.CO.ID – Sepanjang perjalanan kisah babat tanah jawa dimasa kejayaan agama Hindu dan Budha, ada peninggalan benda bersejarah yang melegenda khususnya dikalangan masyarakat kaum animisme dan dinamisme. Benda bersejarah tersebut adalah pusaka berupa keris hasil karya para empu ditanah jawa. Sakral dan memiliki daya magis tinggi. Itulah mitos yang masih berkembang dikalangan masyarakat pencinta benda bertuah. Itu terbukti,setiap penanggalan jawa di bulan Suro atau Muharam atau setiap satu tahun sekali , para pencinta benda pusaka tidak akan pernah lupa memandikan pusakanya di tukang jamas pusaka.
Istilah yang sudah populer dikelompok pecinta pusaka, memandikan pusaka sama artinya dengan mewarangi ( warang,red ). Itu bertujuan untuk memancarkan pamor keris agar auaranya kembali bersinar dan mengembalikan kekuatan magisnya utuh seperti sediakala.Kalau istilah di dunia teknologi refresh.
Menurut catatan sejarah, beragam nama dan jenis pusaka yang tersebar di tanah jawa hanya ada 6 pusaka yang dianggap melegenda dan banayk dikoleksi oleh kelompok raja raja pada masanya. Dari 6 pusaka tersebut diantaranya Keris Empu Gandring karya Mpu Gandring , Keris Naga Sasra Sabuk Inten karya Mpu Ki Nom, Keris Kala Munyeng salah satu peninggalan Sunan Giri, Keris Kyai Condong Campur karya 100 empu, termasuk dua pusaka ampuh lagi karya Mpu Supo Mandagri yang banyak diburu oleh para kolektor adalah Keris Setan Kober dan Keris Kyai Sengkelat.
Selain 6 nama keris yang sudah populer dan banyak diburu kolektor, masih banyak lagi jenis pusaka yang menjadi simpanan masyarakat bernaluri budaya jawa tulen. Dan uniknya, semua jenis pusaka tersebut setiap bulan Suro sudah menjadi keharusan untuk dimandikan. Tak heran di bulan Suro seperti ini adalah bulan keberuntungan bagi orang yang menyandang profesi sebagai tukang memandikan pusaka.
Seperti yang dilakoni oleh Witanto Harjo Winoto salah satu sesepuh warga Desa Baleturi Kecamatan Prambon, Nganjuk yang juga berprofesi sebagai penjamas pusaka mengaku satu bulan penuh di bulan Suro bisa dipastikan banjir order.
Menurut pengakuan Mbah Witanto begitu dia akrab disapa oleh masyarakat setempat ,selama satu bulan di bulan Suro order yang dia terima tidak kurang dari 100 pusaka untuk dijamasi ( dimandikan ). Ditanya soal biaya jamasan, kakek cucu 10 ini tidak memasang tarif artinya sifatnya sukarela.” Biasanipun setunggal keris enten seng maringi kalih doso ewu ngantos tigang doso ewu ,” ucapnya dengan logat jawa.
Dari pantauan wartawan, dibalik prosesi memandikan pusaka ada yang menarik. Yaitu dilakukan dengan cara tradisi seperti di kasunanan Jogyakarta.Pertama tama prosesi yang dilakukan adalah pembacaan do’a do;a yang ditujukan kepada leluhur keturunan asli Jokyakarta yakni Kanjeng Raden Tumenggung Haryom.
Sementara air yang digunakan untuk memandikan pusaka tidak sembarang air. Melainkan mengambil dari mata sumber air tertua di desa tersebut. Uniknya lagi, tradisi pengambilan air tua tersebut harus dilakukan oleh dua gadis yang masih perawan. Saat pengambilanyapun dua gadis tersebut dipayungi payung pusaka juga. ” Mundut toyo wening perwitosari kedah lare perawan. Mergi sedayane kedah suci ,” pungkas Mbah Witanto .( adi )