“Jika melihat nilai ekspor untuk semua produk turunan nikel, bukan hanya besi baja, dulu nilainya hanya US$1,1 miliar. Namun, setelah hilirisasi, nilai ekspor produk turunan nikel pada 2014-2015 melonjak menjadi Rp510 triliun, dari nikel saja, nilainya melonjak dari US$2,1 miliar menjadi US$33,8 miliar. Bayangkan seberapa besar lonjakan yang terjadi,” paparnya.
Dalam konteks ini, diketahui bahwa Uni Eropa telah menggugat Indonesia di WTO karena melarang ekspor bijih nikel pada tahun 2020. Meskipun pada Oktober 2022, WTO menyetujui gugatan Uni Eropa dan meminta Indonesia untuk mengubah kebijakannya, pemerintah Indonesia tetap mengajukan banding atas keputusan tersebut pada Desember 2023.
Tak lama setelah itu, Uni Eropa kembali melakukan “serangan” dengan mengadakan konsultasi Penegakan Aturan atau Enforcement Regulation, meskipun proses sidang banding belum selesai. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan konsultasi dari industri-industri yang dirugikan oleh kebijakan pemerintah Indonesia.
Jika terbukti ada kerugian, Uni Eropa berencana melakukan pembalasan, salah satunya dengan menerapkan bea masuk pada barang-barang yang berasal dari Indonesia.
Sementara itu, IMF juga memberikan kritik terhadap kebijakan hilirisasi Presiden Jokowi. IMF tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan secara bertahap penghapusan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.
IMF juga menuntut agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari segi analisis biaya dan manfaat. Menurut lembaga internasional ini, kebijakan hilirisasi memberikan kerugian bagi Indonesia.
“Biaya fiskal dari penerimaan negara yang hilang saat ini mungkin terlihat kecil, namun hal ini perlu dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat,” ungkap IMF dalam laporan Article IV Consultation, yang dikutip pada Sabtu (5/8/2023).
Dengan demikian, IMF mendorong adanya analisis rutin mengenai biaya dan manfaat program hilirisasi, yang harus diinformasikan secara berkala dengan fokus pada keberhasilan program tersebut serta perluasan hilirisasi ke jenis mineral lain.
Lebih lanjut, lembaga ini menyarankan agar kebijakan industri juga dirancang dengan cara yang tidak menghambat persaingan dan inovasi, serta meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi lintas batas.
Menanggapi Serangan WTO dan IMF: Kajian Lebih Lanjut Dibutuhkan untuk Kebijakan Hilirisasi di Indonesia
Jika terbukti ada kerugian, Uni Eropa berencana melakukan pembalasan, salah satunya dengan menerapkan bea masuk pada barang-barang yang berasal dari Indonesia.
Sementara itu, IMF juga memberikan kritik terhadap kebijakan hilirisasi Presiden Jokowi. IMF tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan secara bertahap penghapusan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.
IMF juga menuntut agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari segi analisis biaya dan manfaat. Menurut lembaga internasional ini, kebijakan hilirisasi memberikan kerugian bagi Indonesia.