Selain itu, Hendrawan juga menyoroti tentang pimpinan MPR yang selama ini diisi oleh perwakilan dari masing-masing fraksi. Menurutnya, pimpinan MPR seharusnya hanya terdiri dari lima orang.
“Ide lainnya adalah tentang jumlah pimpinan MPR. Misalnya, pimpinan MPR dapat terdiri dari lima wakil ketua yang mewakili setiap fraksi dan kelompok anggota (sesuai Pasal 15 UU Nomor 13 Tahun 2019), sehingga jumlah yang sebelumnya 10 orang dapat disederhanakan menjadi 5 orang saja,” tambahnya.
Revisi UU MD3 telah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2024 oleh Badan Legislasi DPR (Baleg DPR). Meskipun begitu, hingga saat ini, revisi tersebut belum pernah dibahas.
Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi atau Awiek, memastikan bahwa revisi UU MD3 telah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2024. Namun, ia menegaskan bahwa hingga saat ini pembahasan mengenai revisi UU MD3 belum pernah dilakukan.
“Revisi UU MD3 memang termasuk dalam RUU yang masuk dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2024, dan menurut pengetahuan saya, hal tersebut terjadi setiap tahun, di mana RUU prioritas ditetapkan setiap tahunnya,” ungkap Awiek ketika dihubungi pada Rabu (3/4).
Pendapat Hendrawan Supratikno tentang Revisi UU MD3 dan Dampaknya
Dalam konteks perdebatan tentang Revisi Undang-Undang MD3, Hendrawan Supratikno menegaskan bahwa revisi tersebut harus dilakukan tanpa menyentuh pasal-pasal yang sensitif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekisruhan di parlemen.
Dia juga menyoroti pentingnya memperbaiki aspek-aspek yang dianggap belum memadai, seperti penguatan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara dan penyesuaian jumlah pimpinan MPR. Meskipun revisi UU MD3 telah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2024, namun hingga saat ini belum ada pembahasan yang dilakukan oleh parlemen.