Example floating
Example floating
Megapolitan

Heboh! Partai Buruh & KSPI Tolak KRIS JKN BPJS, Ini Alasannya!

×

Heboh! Partai Buruh & KSPI Tolak KRIS JKN BPJS, Ini Alasannya!

Sebarkan artikel ini
Heboh! Partai Buruh & KSPI Tolak KRIS JKN BPJS, Ini Alasannya!
Heboh! Partai Buruh & KSPI Tolak KRIS JKN BPJS, Ini Alasannya!
Example 468x60

MEMO

Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah untuk mengganti kelas iuran BPJS Kesehatan 1, 2, dan 3 dengan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN).

Menurut Presiden Buruh dan KSPI, Said Iqbal, penggantian ini dapat mengakibatkan komersialisasi dan berpotensi mematikan rumah sakit lokal dan klinik-klinik kecil.

Selain itu, kebijakan baru tersebut dinilai lebih menguntungkan perusahaan raksasa dan meninggalkan kesejahteraan masyarakat. Rencana ini menuai penolakan dan kekhawatiran akan dampaknya terhadap layanan kesehatan di masa mendatang.

Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menolak penggantian kelas iuran BPJS Kesehatan dengan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional.

Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah untuk menggantikan kelas iuran BPJS Kesehatan 1, 2, dan 3 dengan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN).

“Saya sangat menentang program KRIS yang diajukan oleh BPJS Kesehatan,” ujar Said Iqbal, Presiden Buruh dan KSPI, dalam konferensi pers secara virtual pada Sabtu (22/7).

Menurutnya, penggantian iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 1, 2, dan 3 dengan KRIS akan mengakibatkan komersialisasi.

Hal ini berkaitan dengan undang-undang kesehatan yang mengatur tentang mandatory spending, di mana biaya pasien ditanggung oleh pemerintah, menjadi money follow program atau menyesuaikan standar kebijakan.

“Dengan adanya KRIS, nantinya akan ada program-program yang standarnya belum jelas. Tidak etis jika nyawa orang dianggap sebagai suatu efisiensi yang dapat diatur,” tambahnya.

Selain itu, Said Iqbal juga menyatakan bahwa kebijakan baru terkait UU Kesehatan berpotensi menyebabkan penutupan Rumah Sakit (RS) lokal berukuran menengah dan klinik-klinik kecil.

“Kebijakan pemerintah dalam sektor kesehatan hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dan semata-mata berfokus pada keuntungan.

Konsep ini hanya menguntungkan sektor swasta, terutama 7 rumah sakit swasta. Padahal saat ini baru ada 4 rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit menengah yang dimiliki oleh pribumi akan terancam, terutama dengan hadirnya klinik-klinik swasta seperti Siloam dan Mayapada,” tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah berencana untuk mengganti kelas iuran BPJS Kesehatan 1, 2, dan 3 dengan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN). Pelaksanaan KRIS JKN ini dijadwalkan akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2025.

Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai dasar hukum pelaksanaan KRIS. Perpres tersebut diharapkan segera dirilis dalam waktu dekat.

Dante Saksono, Wakil Menteri Kesehatan, menjelaskan bahwa penggunaan sistem KRIS akan berfokus pada perbaikan tempat tidur di rumah sakit. Jika sebelumnya terdapat enam tempat tidur dalam satu ruang rawat inap, dengan KRIS akan diatur menjadi empat tempat tidur dalam satu ruang rawat inap.

Pengurangan jumlah tempat tidur ini merupakan salah satu dari 12 kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit agar dapat menerapkan penghapusan sistem kelas BPJS Kesehatan 1, 2, dan 3 untuk pasien rawat inap.

Penting untuk dicatat bahwa pengurangan ini tidak akan mengganggu pelayanan rumah sakit.

“Sudah dilakukan uji coba dan hasilnya menunjukkan bahwa indeks kepuasan masyarakat meningkat dan pendapatan rumah sakit tidak berkurang ketika menerapkan sistem KRIS,” tambah Dante.

KSPI Khawatir KRIS JKN Bikin Rumah Sakit Kecil Mati Suri

Berikut adalah 12 kriteria fasilitas kelas rawat inap dengan sistem KRIS:

  1. Bangunan yang digunakan memiliki tingkat porositas yang rendah.
  2. Ventilasi udara memenuhi standar minimal 6 kali pergantian udara per jam pada ruang perawatan biasa.
  3. Pencahayaan ruangan sesuai standar dengan 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
  4. Tempat tidur dilengkapi dengan 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
  5. Terdapat perawat yang bertugas untuk setiap tempat tidur.
  6. Suhu ruangan dapat dijaga antara 20 hingga 26 derajat Celsius.
  7. Ruangan rawat inap terbagi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non-infeksi).
  8. Kepadatan ruangan rawat inap maksimal 4 tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
  9. Terdapat tirai/partisi dengan rel yang ditempatkan menempel di plafon atau menggantung.
  10. Setiap ruang rawat inap dilengkapi dengan kamar mandi.
  11. Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas.
  12. Terdapat outlet oksigen yang memadai.

Dengan menerapkan sistem KRIS JKN, diharapkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat ditingkatkan untuk memberikan manfaat yang lebih baik bagi masyarakat. Namun, tetap diperlukan pemantauan dan evaluasi untuk memastikan kesuksesan dari implementasi sistem ini.

Partai Buruh dan KSPI Tolak Rencana Penggantian Iuran BPJS Kesehatan dengan KRIS JKN

Pengurangan jumlah tempat tidur dalam ruang rawat inap menjadi salah satu dari 12 kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit agar dapat menerapkan sistem penghapusan kelas BPJS Kesehatan 1, 2, dan 3 untuk pasien rawat inap.

Dante Saksono, Wakil Menteri Kesehatan, menyatakan bahwa penggunaan sistem KRIS akan memberikan fokus pada perbaikan tempat tidur di rumah sakit.

Uji coba yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang positif dengan meningkatnya indeks kepuasan masyarakat dan pendapatan rumah sakit tidak mengalami penurunan akibat penerapan KRIS.

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.