NGANJUK, Memo.co.id
– Kinerja Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang ditugaskan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejagteraan Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum ( LPKS ABH ) di Kabupaten Nganjuk tergolong buruk. Itu terbukti ketika sejumlah awak media akan melakukan tugas peliputan tidak satupun dari 6 PNS berada di kantor. Mulai dari ruang ketua dan ruang staf lainya kosong mlompong tidak berpenghuni. Padahal waktu peliputan masih jam kerja sekitar pukul 12.00 WIB.
Dari nama nama enam pegawai sesuai yang tertera di papan struktur organisasi LPKS ” Cokro Baskoro ” diantaranya Yantri Nurwinardi,S.sos ( ketua ), Budi Apriati,P.Sos ( sekertaris ), Nur Rahayu,SE ( Urusan Keuangan ), Suparno ( Urusan Umum ), Parwito ( Unit Program dan Advokasi Sosial ) dan Imam Kanafi,S.Sos ( Unit Rehabilitasi Sosial ).
Yang memprehatinkan, di kantor LPKS ABH milik Kementrian Sosial yang baru saja diresmikan pada bulan Mei silam oleh Mensos Indra Parawangsa belum dilengkapi mesin absensi digital baik dengan sistem sidik jari ( fingger print ) maupun mesin absensi perekam wajah. Jadi sampai saat ini absensinya masih manual.
Dengan masih menggunakan absensi manual menurut keterangan Arbayana,KP,S.H salah satu anggota komisi A DPRD Nganjuk berpotensi manipulasi daftar hadir. Yang lebih efisien masih dikatakan dia semestinya menggunakan mesin absensi digital. ” Faktor penyebab para pegawai sering bolos salah satunya karena masih menggunakan sistem absesi manual yang mudah diakali,” tegasnya saat dikonfermasi diruang kerjanya.
Yang patut disayangkan lagi lebih lanjut dikatakan dia, dengan buruknya kinerja enam pegawai berstatus PNS di LPKS ABH tersebut justru dari pihak Dinsosnakertrans terkesan tutup mata tidak melakukan pengawasan secara inten. Padahal standar gaji yang diterima oleh ke enam PNS tersebut lumayan besar. ” Untuk honor tenaga kontrak di LKPS ABH saja perbulanya bisa menerima antara Rp 1,750 juta sampai Rp 2,5 juta,” tegasnya.
Hal itu dibenarkan oleh salah satu tenaga kontrak yang enggan namanya di tulis mengaku setiap bulanya menerima honor sebesar Rp 2 juta. ” Rutin setiap bulan saya menerima honor dua juta,” terang tenaga kontrak di bagian minat dan bakat di LKPS ABH saat ditemui dikantor.
Dari data yang berhasil dihimpun, keburukan kinerja tidak hanya dilakukan oleh oknum PNS saja, tapi juga dilakukan oleh oknum karyawan kontrak dilingkup kantor LKPS ABH. Justru disebut sebut salah satu oknum karyawan kontrak yang sering bolos adalah anak kandung Rajuli yang menjabat sebagai Kepala Dinas Sosnakertran Kabupaten Nganjuk. ( adi )