Rencana pengenalan kebijakan gaji tunggal atau single salary untuk aparatur sipil negara (ASN), termasuk PNS, Polri, dan TNI, menghadapi kendala terkait kapasitas fiskal pemerintah daerah. Menurut Plt. Sekretaris Kementerian PPN/Bappenas, Taufik Hanafi, hal ini disampaikan dalam pertemuan dengan wartawan pada Senin (20/11/2023).
Kebijakan tersebut memiliki dampak fiskal yang signifikan, sehingga proses pembahasannya masih berlanjut di berbagai kementerian atau lembaga terkait. Tujuannya adalah untuk menghindari ketidaksetaraan pendapatan antara instansi pusat dan daerah.
Taufik Hanafi menyatakan bahwa karena kapasitas fiskal daerah beragam, ada yang kuat dan ada yang mungkin terbatas. Oleh karena itu, menerapkan kebijakan yang sama untuk daerah-daerah dengan kapasitas fiskal terbatas bukanlah tugas yang mudah.
“Pemerintah tidak ingin terburu-buru dalam menerapkan kebijakan ini saat ini. Ini karena pemerintah juga ingin menjaga keuangan berbagai instansi, termasuk di daerah, agar tidak muncul sentimen negatif bahwa keuangan daerah akan terganggu dan menyebabkan beberapa daerah bangkrut akibat beban gaji pegawainya,” ujar Taufik dalam wawancara di kantornya, Jakarta, seperti dikutip pada Selasa (21/11/2023).
Dengan demikian, dia menegaskan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan ini dengan hati-hati untuk menghindari implikasi jangka panjang, seperti kebangkrutan.
Taufik Hanafi: Hati-Hati Terapkan Kebijakan Gaji Tunggal untuk Hindari Krisis Keuangan Daerah
Taufik memastikan bahwa konsep gaji tunggal yang sedang dirancang saat ini bertujuan untuk menciptakan komponen gaji tunggal dari berbagai tunjangan bagi ASN, sehingga tidak ada lagi ketidaksetaraan antara instansi, seperti yang terjadi saat ini.
Salah satu tujuannya adalah menghindari persepsi bahwa ada kementerian yang dianggap “sultan” karena menerima tunjangan kinerja atau tukin yang lebih tinggi, padahal beban kerjanya sama dengan instansi lain.
Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengakui bahwa penerapan single salary tidak mudah. Meskipun kebijakan ini diumumkan sejak tahun 2019, namun hingga saat ini belum sepenuhnya diterapkan di seluruh pemerintahan.
“Konsep single salary sebenarnya sudah ada sejak lama, sudah dikirim ke berbagai pihak, dan telah dibahas, tetapi ternyata pelaksanaannya tidak mudah,” kata Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce, di gedung DPR, Jakarta, seperti dikutip pada Selasa (21/11/2023).
Averrouce menjelaskan bahwa pemerintah awalnya ingin menerapkan sistem penggajian ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja ASN. Asas proporsionalitas, menurutnya, menjadi kunci dari penerapan single salary, di mana yang tidak bekerja tidak akan mendapatkan tunjangan, dan penilaian kinerja akan didasarkan pada prestasi kerja.
Dalam konteks ini, Taufik Hanafi menegaskan kehati-hatian pemerintah dalam menerapkan kebijakan gaji tunggal. Beliau menyuarakan kekhawatiran terkait kemungkinan beban keuangan daerah yang dapat menyebabkan beberapa daerah bangkrut.
Dengan demikian, pemerintah tidak ingin kebijakan ini menjadi pemicu sentimen negatif terhadap keuangan daerah. Konsep single salary, yang tengah dirancang, bertujuan untuk menciptakan kesetaraan gaji di antara ASN, menghindari persepsi ketidakadilan dalam penerimaan tunjangan.
Meskipun ide ini telah diumumkan sejak 2019, Kementerian PANRB mengakui bahwa implementasinya tidak mudah, mengisyaratkan bahwa asas proporsionalitas menjadi kunci utama.