Perdagangan antara Indonesia dan China mencapai puncaknya pada tahun 2023, di mana ekspor Indonesia berhasil mengungguli China dengan mencapai US$ 64,9 miliar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan prestasi luar biasa ini, memperlihatkan perubahan signifikan dalam neraca perdagangan kedua negara. Simak lebih lanjut tentang pencapaian gemilang ini dan dampaknya terhadap ekonomi global.
Ekspor Indonesia Raih Sukses, Surplus dengan China
Indonesia berhasil mengungguli China dalam sektor perdagangan sepanjang tahun 2023. Ekspor Indonesia ke China mencapai angka mencengangkan, yakni sebesar US$ 64,9 miliar, sementara impornya mencapai US$ 62,18 miliar.
Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa dari Badan Pusat Statistik (BPS), menyampaikan informasi ini dalam sebuah konferensi pers pada Senin, 15 Januari 2024.
Dari total ekspor, Indonesia berhasil menyumbangkan sekitar 25,09% ke China, menjadikannya mitra dagang utama. Selain China, Amerika Serikat (AS), Jepang, India, dan Filipina juga termasuk dalam negara tujuan ekspor utama Indonesia.
Sementara itu, porsi impor Indonesia dari China mencapai 28,02%, dengan Jepang, Thailand, Korea Selatan, dan Amerika Serikat sebagai negara-negara pengimpor terbesar selain China. Keberhasilan mencapai surplus dengan China dalam satu tahun adalah pencapaian luar biasa, menandai perubahan signifikan dalam dinamika perdagangan.
Menurut data Badan Pusat Statistik, terakhir kali Indonesia mencatatkan surplus tahunan dengan China adalah pada tahun 2007, tepat 15 tahun yang lalu. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan dan BPS, hingga November 2023, Indonesia berhasil membukukan surplus sebesar US$ 1,45 miliar dengan China.
Sebuah prestasi yang menunjukkan kemajuan signifikan, terutama jika dibandingkan dengan defisit sebesar US$ 2,12 miliar pada periode Januari-November 2022.
Pencapaian Jokowi: Indonesia Kuasai Perdagangan dengan China di Era Baru
Rata-rata nilai ekspor dan impor Indonesia ke dan dari China mencapai US$ 5-6 miliar setiap bulannya, mengalami perubahan sejak pandemi dimulai pada tahun 2019. Meskipun sebelum pandemi terjadi, defisit bulanan dengan China biasanya mencapai lebih dari US$ 1 miliar, kondisinya kini berubah.
Pasca pandemi, neraca dagang antara Indonesia dan China bulanan tidak selalu mengalami defisit, bahkan terkadang mencatat surplus.
Pada Desember, selama tahun 2019-2021, defisit perdagangan dengan China biasanya mencapai hingga US$ 1 miliar. Namun, pada Desember 2022, Indonesia berhasil membukukan surplus tipis sebesar US$ 17,2 juta.
Keberhasilan ini dapat sebagian diatribusikan kepada perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan China melalui ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang berlaku selama 10 tahun sejak 2014.
Perkembangan nilai perdagangan antara kedua negara ini terus meningkat sejak ACFTA, dari US$ 48,23 miliar pada 2014 menjadi US$ 133,6 miliar pada 2023 di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Meskipun demikian, defisit dengan China juga meningkat setelah periode ACFTA, mencapai puncaknya sebesar US$ 18,41 miliar pada 2018, dan kemudian mengalami penurunan setelah pandemi Covid-19, mencapai US$ 1,88 miliar pada 2022.
Melampaui ACFTA: Indonesia Catat Surplus dan Mendominasi Perdagangan dengan China Hingga 2023
Perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan China melalui ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) menjadi poin kunci dalam perubahan dinamika perdagangan. Di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, nilai perdagangan kedua negara meningkat dua kali lipat dari US$ 48,23 miliar pada 2014 menjadi US$ 133,6 miliar pada 2023.
Meskipun mengalami defisit setelah ACFTA, Indonesia berhasil mencatat surplus sebesar US$ 1,45 miliar dengan China hingga November 2023. Peningkatan ini menjadi bukti pergeseran strategis dalam hubungan perdagangan bilateral, menunjukkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam ekonomi global.