Jakarta, Memo.co.id
Dulu, naskah Proklamasi pertama kali dibaca oleh Presiden Soekarno. Dia pahlawan kemerdekaan. Pada 17 Agustus nanti, teks Proklamasi akan dibacakan oleh Setya Novanto. Dia adalah tersangka korupsi e-KTP. Sangat kontrakdiktif, bila naskah Proklamasi dibaca dan dibandingkan antara Soekarno dengan Novanto.
Karena kontyrakdiktif itulah, di media sosoal sudah beredar isu menolak Ketua DPR RI Setya Novanto membaca naskah teks Proklamasi. Jika pembacaan teks proklamasi di UPacara Hari kemerdekaan RI di Istana Presiden yang membaca adalah tersangka kasus korupsi e-KTP, bagaimana dengan sejarah Indonesia.
Saat ini, media sosial diramaikan dengan isu menolak Ketua DPR Setya Novanto membaca teks proklamasi saat upacara 17 Agustus di Istana. Benarkah kali ini giliran Novanto?
Giliran membaca teks proklamasi dalam upacara peringatan hari kemerdekaan di Istana memang digilir. Tahun 2016 lalu, pembaca teks proklamasi adalah eks Ketua DPD Irman Gusman. Tahun 2015, pembacanya adalah Ketua DPR Setya Novanto.
DPR masih menunggu keputusan dari Istana perihal siapa yang membaca teks proklamasi dalam upacara hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2017. Apakah tahun ini giliran Novanto lagi?
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan belum ada pemberitahuan dari Istana. DPR masih menunggu penunjukkan.
“Pidato itu nanti diatur, siapa yang membaca teks proklamasi, siapa yang membaca teks Undang-undang Dasar, sampai saat ini tentunya masalah pembicaraan UU 17 Agustus ini belum dibicarakan,” ungkap Agus di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat,
Seperti diketahui saat ini Novanto menyandang status tersangka kasus korupsi e-KTP. Terkait hal itu, Agus menyebut jika DPR belum berkomunikasi dengan pihak Istana. Agus pun menunggu keputusan Istana soal siapa yang akan bertindak untuk mewakili DPR sebagai pembaca teks Proklamasi.
“Kita tunggu saja apa yang diputuskan Kepresidenan di sana, karena istana Kepresidenan punya langkah-langkah di dalam 17 Agustus, karena yang dilaksanakan di istana negara. Kecuali yang dilaksanakan di DPR,” terang Agus.