MADIUN,MEMO.CO.ID Minimnya penyerapan anggaran selalu menjadi permasalahan di setiap daerah. Banyak daerah yang penyerapan anggarannya di bawah 50%, faktor penyebabnya dikarenakan ketakutan berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika terjadi permasalahan dalam penggunaan anggaran, sehingga berdampak pada minimnya belanja publik.
“Dampak dari minimnya penyerapan anggaran di daerah adalah mengendapnya anggaran tersebut pada bank, hal ini membuat pemerintah pusat harus mengeluarkan anggaran untuk bunga simpanan. Dampak berikutnya juga adalah penggunaan anggaran justru pada akhir tahun, jika dilakukan pada akhir tahun tentunya sangat terkesan buru-buru atau bisa jadi hal itu hanyalah simbolis belaka agar suatu daerah tidak diberi sanksi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun Dana Alokasi Umum (DAU) di tahun anggaran berikutnya, bisa saja penggunaan anggaran di akhir tahun tidak memiliki konsep perencanaan yang matang sehingga penggunaan anggaran justru tidak tepat sasaran.”cetus DR WAHYU PRIO JATMIKO ketua Lembaga kajian Hukum jawa timur kepada MEMO.CO.ID di ruang kerjanya jumat (18/03/16)
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah kabupaten Madiun Rori priambodo menegaskan kalau SKPD seperti Dinas Pengairan daerah dan Sekretariat DPRD banyak membantu tugasnya alasannya kinerja kedua SKPD tersebut sudah memaksimalkan anggaran sesuai dengan kebutuhannya dan penyerapannya sudah terbilang terdepan,”kalau saja semua SKPD demikian tugas kita juga akan lebih ringan”,kata Rori.
“Sampai dengan maret sekarang dinas pengairan penyerapannya sudah mencapai 27,25% dengan nilai Rp.10,179M dan Sekretariat DPRD 24,20% dengan nilai mencapai Rp10,4M disusul Kelurahan Munggut 20,18% dari total anggaran 1,1M sudah terserap 230juta.
Dari seluruh SKPD hanya dinas PUBMCK yang masih rendah penyerapannya ,dari total anggaran 278,75M dinas PUBMCK baru menyerap anggaran 2,7% atau sekitar Rp.7,53M, ” tapi dinas PU BMCK ini baru tahap persiapan lelang,kemungkinan kalau sudah lelang baru bisa digenjot penyerapannya”.tandasnya.
DR.Wahyu juga manyampaikan Banyak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Indonesia ini yang mengkhawatirkan risiko dari kesalahan dalam menggunakan anggaran sehingga akan di proses secara hukum, sebagai contoh,ketika tahun anggaran 2015 hampir habis, penyerapannya belum mencapai 50%, alasannya adalah ketakutan pada KPK dan lembaga hukum lainnya Lembaga anti rasuah tersebut seakan menjadi penghambat dalam penyerapan anggaran, padahal bukan hanya ancaman pidana yang menjadi penyebab kurangnya pembelanjaan publik.”katanya
“Masalah klasik dalam penyerapan anggaran bukan hanya karena ketakutan institusi terkait dalam pembelanjaan, namun bisa saja karena beberapa SKPD tidak memiliki konsep perencanaan yang matang terkait target penggunaan anggaran, ketika tidak memiliki perencanaan yang matang, alhasil menyebabkan mengendapnya anggaran tersebut pada bank dan membebani pemerintah pusat dalam memberi bunga, sehingga perlu diupayakan adanya pelatihan khusus terkait metode perencanaan pada tiap-tiap SKPD. Pelatihan nantinya diharapkan menghasilkan instansi yang betul-betul responsip terkait penggunaan anggaran sesuai dengan kebutuhan menurut pengamatan yang responsip tersebut.
Masalah yang berikutnya adalah kurangnya pemahaman terkait mekanisme penggunaan anggaran dan model pertanggungjawabannya, sehingga itu juga yang menjadi faktor minimnya penyerapan anggaran, dan untuk itu lagi-lagi harus adanya pelatihan yang khusus dalam mekanisme penggunaan anggaran dan pertanggungjawabannya.”beber Wahyu.(DHANNY)