“Produsen rokok elektrik memanfaatkan platform digital untuk mempermudah transaksi langsung. Mereka menggunakan fitur yang menghubungkan konsumen ke situs belanja online, Linktr.ee, hingga aplikasi WhatsApp untuk mempercepat penjualan,” jelas Nadia.
Kemenkes juga menyoroti e-commerce sebagai sarana penjualan rokok elektrik dalam skala besar. Data tahun 2018 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua sebagai pasar rokok elektrik terbesar di Asia Tenggara melalui platform daring.
Selain Kemenkes, beberapa kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan juga memiliki wewenang terkait regulasi rokok elektrik, terutama dalam aspek penjualan dan distribusi.
Nadia menekankan bahwa regulasi ini tidak bisa dibuat sembarangan, mengingat Indonesia memiliki komitmen perdagangan dengan World Trade Organization (WTO).
“Kami juga harus mempertimbangkan hubungan dengan WTO. Jika ada pembatasan tertentu dalam penjualan rokok elektrik, itu bisa menjadi perhatian negara lain. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang matang agar aturan ini tetap bisa diterapkan tanpa melanggar perjanjian internasional,” pungkasnya.