©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Awal berdirinya, untuk menarik tebu hasil perkebunan sudah menggunakan gerbong lori. Namun tenaga penariknya ialah puluhan ekor sapi, menariknya menuju ke tempat pembuatan gula. Baru di era tahun 90-an, Raja Mangkunegara membeli lokomotif buatan luar negeri untuk mempermudah menarik tebu. Hingga saat ini ada 7 lokomotif lori yang beroperasi membantu mengangkut tebu ke tempat penggilingan.
Selain dari Jerman, kereta uap didatangkan dari Stats Spoorwagen (SS) dan Netherland Indhisce Spoorweg Matchaapij (NISM) Belanda. Keduanya merupakan kereta pengangkut barang dan manusia. Sehingga terjadi berbedaan ukuran rel yang sudah ada dengan lebar roda kereta. Mengatasinya, pihat PG Tasikmadu memiliki koneksi jalur khusus yang menghubungkan dengan stasiun kereta api, tak jauh dari pabrik.
Jaringan rel khusus yang mengangkut tebu dari ladang ke perkebunan ini dulunya mencapai puluhan kilometer. Dengan adanya penunjang rel yang memadai, proses produksi di PG Tasikmadu semakin mudah.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Perkebunan yang bekerjasama dengan PG Tasikmadu di Karanganyar tersebar lintas Kabupaten. Ke arah Timur, kereta uap bisa sampai ke Kecamatan Matesih, Kaki Gunung Lawu. Ke arah Barat koneksinya sampai lembah Sungai Bengawan Solo di Kebakkramat. Sedangkan ke arah Utara, mencapai perkebunan tebu di Sragen, dan ke Selatan meliputi jalur menuju Kabupaten Sukoharjo.
Terhambatnya sektor wisata karena pandemi COvid-19 tak sedikitpun membuat lori pengangkut tebu di PG Tasikmadu berhenti. Berbagai perawatan rutin diberikan kepada koleksi kereta milik Kerajaan ini. Pabrik Gula Tasikmadu dan lori-lorinya merupakan bukti masih eksisnya industri Pabrik Gula di Nusantara sejak zaman kolonial Belanda merajalela.
[Ibr]