Otoritas Ibu Kota Negara (OIKN) berkomitmen mengubah desa-desa di Kalimantan Timur, khususnya Penajam Paser Utara, menjadi destinasi wisata dengan konsep “living museum”. Inisiatif ini bertujuan untuk melestarikan kearifan lokal dan budaya tradisional, seperti Suku Paser, sambil menarik wisatawan. Dengan mengadopsi konsep yang serupa dengan yang ada di Karangasem, Bali, OIKN berupaya mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) sambil memastikan keberlanjutan dan partisipasi masyarakat adat.
OIKN Kenalkan Konsep Living Museum untuk Pelestarian Budaya dan Wisata di IKN
Otoritas Ibu Kota Negara (OIKN) berencana memanfaatkan kearifan lokal di Kalimantan Timur dengan mengembangkan desa-desa sebagai destinasi wisata dan museum hidup, mirip dengan yang dilakukan di Bali. Deputi Sosial Budaya Pemberdayaan Masyarakat OIKN, Alimudin, mengungkapkan hal ini pada ASN Festival 2024 di Jakarta pada hari Sabtu.
Menurut Alimudin, OIKN tengah berusaha menjadikan desa-desa di Ibu Kota Negara (IKN), khususnya di Penajam Paser Utara, sebagai “living museum” atau museum hidup. Tujuan dari inisiatif ini adalah agar kearifan lokal yang ada tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh para wisatawan.
Alimudin menegaskan bahwa konsep living museum ini akan memungkinkan wisatawan untuk merasakan kearifan lokal yang masih hidup di desa-desa wisata yang dikembangkan. Salah satu contohnya adalah melestarikan budaya Suku Paser, yang merupakan suku asli Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Paser.
Pihak OIKN berkomitmen untuk mendukung keberadaan Suku Paser dan memastikan bahwa budaya mereka tetap ada, meskipun terdapat pembangunan di wilayah IKN. Konsep living museum yang akan diterapkan mirip dengan yang ada di Karangasem, Bali, di mana pola hidup masyarakat lokal dapat dirasakan secara langsung oleh pengunjung.
Dalam rangka pelestarian kearifan lokal, OIKN juga telah melakukan rembuk budaya untuk memastikan bahwa pelestarian tidak hanya terfokus pada budaya lokal, tetapi juga pada budaya Nusantara secara keseluruhan. Selain itu, perhatian khusus diberikan pada permukiman Suku Paser yang berada di tepi aliran sungai. Dalam proyek pengendalian banjir, desain pembangunan telah ditinjau ulang agar Suku Paser tetap bisa tinggal di wilayah mereka.
Alimudin menjelaskan bahwa meskipun ada proyek-proyek besar seperti pengendalian banjir yang awalnya mungkin mempengaruhi pemukiman, desain pembangunan telah direvisi untuk memastikan keberadaan Suku Paser tidak terganggu.
Lebih lanjut, IKN dikelilingi oleh berbagai masyarakat adat, termasuk Suku Dayak di wilayah utara, seperti di Kutai Kartanegara. OIKN sangat menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan kota di IKN. Sejak tahap awal perencanaan, masyarakat lokal dilibatkan sebagai tim survei untuk memahami konflik yang ada dan memastikan keterlibatan mereka dalam proses pembangunan.
Alimudin menegaskan bahwa Kepala Otoritas IKN, Basuki Hadimuljono, tidak akan memulai kebijakan konstruksi sebelum aspek sosial sepenuhnya ditangani. OIKN melakukan hal-hal kecil ini dengan serius untuk memastikan keselarasan dan mengelola potensi kesenjangan yang mungkin timbul di IKN.
Meskipun menghadapi tantangan dalam menyatukan berbagai pandangan sosial, Alimudin yakin bahwa IKN di Kalimantan Timur akan menjadi lokasi yang kondusif dan mampu mengatasi berbagai isu dengan baik.
OIKN Kembangkan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal di IKN untuk Pelestarian Budaya dan Daya Tarik Wisata
Otoritas Ibu Kota Negara (OIKN) mengimplementasikan konsep “living museum” di desa-desa di Kalimantan Timur untuk menjaga dan mempromosikan kearifan lokal. Dengan fokus pada pelestarian budaya seperti Suku Paser, OIKN berupaya menjaga tradisi dan kehidupan masyarakat lokal tetap hidup di tengah perkembangan IKN. Konsep ini mirip dengan model yang sukses di Bali, yang memungkinkan wisatawan untuk merasakan budaya lokal secara langsung.