Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan tanggapan terhadap keprihatinan PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023. PMK ini telah memicu ketidaksetujuan dari PTFI terkait penetapan bea keluar atas barang ekspor.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa PMK Nomor 71 sejalan dengan arahan hilirisasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mendukung kebijakan sektor peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun, PTFI menyuarakan keberatan dan berencana mengajukan keberatan serta banding atas peraturan tersebut.
Kementerian Keuangan Klarifikasi Soal PMK Nomor 71 dan Penetapan Bea Keluar
Dalam menjawab keprihatinan yang diungkapkan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan tanggapan yang jelas.
Febrio Kacaribu, selaku Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, menyatakan bahwa kehadiran PMK Nomor 71 sudah tepat dan sejalan dengan arahan hilirisasi yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia menjelaskan mengenai bea keluar untuk konsentrat tembaga, dan menjelaskan bahwa hal ini berkaitan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2023 yang terkait dengan penjualan hasil pengolahan ke luar negeri.
Bea keluar ini akan diterapkan dengan kewajiban pembayaran yang terhubung dengan kemajuan dalam pembangunan smelter.
“Dalam konteks ini, PMK Nomor 71 sejalan dengan PP Nomor 37. Jadi, tidak akan ada kerancuan di sini,” jelas Febrio.
Lebih lanjut, Febrio menyebutkan bahwa peraturan ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral.
Dalam PP tersebut, dijelaskan mengenai jenis-jenis penerimaan negara yang mengikuti regulasi dan memiliki karakter tetap untuk periode tertentu.
Dukungan Kemenkeu untuk Bea Keluar dan Pandangan Kontroversial PTFI
Ia menegaskan bahwa PMK Nomor 71 ini terkait dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7, dan tujuannya adalah untuk mendukung hilirisasi, terutama dalam upaya pembangunan smelter. Oleh karena itu, penerimaan bea keluar ini akan sangat terkait dengan perkembangan dalam pembangunan smelter dan fluktuasi harga komoditas.
Namun, PT Freeport Indonesia (PTFI) menyatakan ketidaksetujuan terhadap aturan bea keluar yang baru ini. Katri Krisnati, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Freeport Indonesia, menyebut bahwa perusahaan mereka mungkin akan mengajukan keberatan dan mengajukan banding terhadap perhitungan penetapan bea keluar berdasarkan peraturan baru ini.
Kendati demikian, Katri mengklarifikasi bahwa pihaknya akan mengajukan keberatan melalui mekanisme yang telah ditentukan, bukan menggugat. Dia juga menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2018, Pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan Inc., sebagai pemegang saham PTFI, telah mencapai kesepakatan bersama yang terefleksikan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Mengacu pada dokumen yang dipublikasikan oleh Securities and Exchange Commission (SEC) AS pada 3 Agustus lalu, Freeport McMoRan menyatakan bahwa bea keluar seharusnya nol atau tidak ada jika merujuk pada IUPK. Mereka juga menyoroti bahwa pembangunan smelter mereka telah sesuai dengan syarat dan bahwa pemerintah telah memverifikasi progres pembangunan smelter milik PTFI di Manyar, Gresik, Jawa Timur.
Hasil verifikasi tersebut menyatakan bahwa pembangunan smelter Freeport telah melebihi 50 persen. Oleh karena itu, penghapusan bea keluar bagi PTFI seharusnya berlaku efektif per 29 Maret 2023.
Katri menegaskan bahwa meskipun ada kemungkinan pengajuan keberatan dan banding, mereka berharap bahwa pemerintah akan tetap menerapkan ketentuan bea keluar sesuai dengan IUPK yang telah disepakati bersama.
Klarifikasi Kementerian Keuangan Terkait Aturan Bea Keluar bagi PT Freeport Indonesia
Dalam konteks ini, ketegasan Febrio bahwa PMK Nomor 71 sesuai dengan PP Nomor 37 Tahun 2018 mengenai perlakuan perpajakan di sektor pertambangan mineral memberikan pandangan hukum terhadap kebijakan ini. Meskipun demikian, perdebatan antara pemerintah dan PTFI masih berlangsung, dengan PTFI menganggap bahwa bea keluar seharusnya nol berdasarkan IUPK yang telah disepakati sebelumnya.
Keputusan akhir dari perselisihan ini akan memiliki dampak yang signifikan terhadap industri pertambangan dan hilirisasi di Indonesia.