MEMO |Aktivitas ekonomi di Ranah Digital, Diperlukan “digital trust”
Analitis Senior Deputi Direktur Penataan, Penelitian, dan Pengembangan Financial technology Kewenangan Jasa Keuangan (OJK) Tomi Joko Irianto menjelaskan pemasok service tehnologi keuangan (tekfin/financial technology) untuk mempertimbangkan keyakinan customer dalam kelangsungan beragam kegiatan ekonomi krusial di ranah digital (digital trust).
“Beragam rintangan seperti pelindungan data personal, keamanan cyber, e-KYC dalam menghitung kekuatan instansi jasa keuangan untuk mengenali customernya secara electronic,” kata Tomi dalam tayangan jurnalis yang diterima pada Sabtu.
Dia meneruskan, hal itu terhitung keunggulan mekanismenya, kualitas credit skornya, service ke customernya, dan pembelajaran ke khalayak pada faedah dan service instansi keuangan nonbank.
“(Itu semua) jadi poin utama yang penting jadi perhatian oleh semua stakeholder karena berpengaruh pada kelangsungan usaha atau pelindungan customer,” ujarnya.
Bertambahnya penetratif pemakai internet di tengah-tengah ramainya beragam kejahatan cyber seperti perampokan identitas, jadikan digital kepercayaan makin penting untuk dibuat untuk menggerakkan masuknya warga ke ekosistem digital.
Berdasar survey Tanda Politik Indonesia pada Oktober 2022, sekitaran 41,6 % warga Indonesia menyangsikan atau bahkan juga berasa data personal yang didaftarkan dalam program digital tidak terjaga kerahasiaannya.
Masih juga dalam penelitian yang serupa, walau sebagian besar (75,1 %) tidak pernah dengar atau ketahui mengenai perancangan UU PDP, tetapi sebagian besar warga mengatakan makin yakin data personal akan terlindung bila UU PDP diterapkan (61,4 persen).
Karena itu, pemerintahan sudah menetapkan Undang Undang Pelindungan Data Individu (PDP) baru saja ini yang memberi rangka ketentuan mendalam perlindungan data personal warga dalam ekosistem digital.
“Karena ada UU PDP, semua ketentuan lainnya digolongkan jadi satu ketentuan. Walau ketentuan pidana yang mengikat seluruh pihak ini sudah didatangkan ke ekosistem digital, ketentuan ini tidak bisa bergerak sendiri tetapi membutuhkan keterlibatan pro aktif dari beberapa penopang kebutuhan yang lain dan warga umum sebagai customer,” kata pegiat hukum Erwandi Hendarta.
Sama pendapat, Chief of Revenue VIDA Adrian Anwar menjelaskan kenaikan literatur keuangan perlu dilaksanakan dan memerhatikan empat hal,yakni ketahui produk digital, arif manfaatkan, resiko dan penuntasan permasalahan, dan kontrol.
“VIDA berpandangan untuk selalu tingkatkan literatur keuangan warga, penetratif tehnologi di Indonesia perlu terus dipertingkat. Selainnya faktor keamanan, pemberian akses service digital yang inklusif harus juga nyaman dan bisa dipakai oleh semua kelompok masyarakat,” ucapnya.