Kisah inspiratif Ali Banat, seorang miliarder Muslim asal Australia, menggambarkan bahwa kekayaan melimpah tidak selalu menjamin kebahagiaan. Setelah didiagnosis menderita kanker dan divonis hanya memiliki waktu tujuh bulan untuk hidup, Banat memutuskan untuk menyumbangkan seluruh hartanya demi membantu sesama. Perjalanan hidupnya yang penuh perubahan ini menjadi teladan tentang makna sejati dari kekayaan dan kebahagiaan.
Perjalanan Hidup Ali Banat: Dari Kemewahan Hingga Kedermawanan
Kekayaan melimpah tidak selalu membawa kebahagiaan. Dalam beberapa kepercayaan, ada anggapan bahwa harta kekayaan harus dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, banyak orang yang menggunakan hartanya untuk kegiatan positif sesuai ajaran agama. Salah satu contohnya adalah Ali Banat, seorang miliarder Muslim asal Australia.
Ali Banat adalah seorang pengusaha yang memiliki bisnis di bidang keamanan dan elektronik. Kedua bisnis tersebut membuatnya menjadi sangat kaya. Kehidupannya penuh dengan kemewahan; ia sering membeli barang-barang mewah seperti jam tangan, tas, perhiasan, dan mobil.
BBC International melaporkan bahwa Banat pernah memiliki mobil seharga US$ 600 ribu atau sekitar Rp8,3 miliar. Selain itu, ia juga pernah membeli gelang yang harganya hampir mencapai Rp1 miliar.
Namun, semua kemewahan tersebut hilang pada tahun 2015 ketika Banat tiba-tiba jatuh sakit dan harus berulang kali masuk rumah sakit. Dokter mendiagnosisnya dengan kanker dan memberi tahu bahwa ia hanya memiliki waktu tujuh bulan untuk hidup. Vonis tersebut seperti petir di siang bolong bagi Banat.
Di usia yang masih produktif, sekitar 30-an tahun, Banat harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia menderita penyakit parah dan hidupnya tidak akan lama lagi. Ia mencoba mencari pengobatan alternatif ke berbagai belahan dunia, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, ia teringat akan satu hal, yaitu Allah Swt.
“Saya sadar satu-satunya yang selalu ada untuk saya dan memberi solusi adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala,” katanya, dikutip Selasa (21/5/2024).
Mengingat kebesaran Allah membuatnya menyadari bahwa harta yang dimiliki di dunia tidak begitu berguna. Allah dalam salah satu ayat Al-Quran menjelaskan bahwa salah satu cara agar harta bisa menjadi penyelamat ketika wafat adalah dengan menyedekahkannya hingga miskin.
Atas dasar ini, pria kelahiran 1982 itu memutuskan untuk menyumbangkan seluruh harta bendanya. “Saya ingin wafat tanpa memiliki harta benda,” kata Banat.
Ali Banat Mendirikan Yayasan Sosial untuk Membantu Masyarakat Afrika
Setelah keputusan itu dibuat, ia langsung memberikan jam tangan, pakaian, perhiasan, hingga mobil mewah untuk dijual dan uangnya diberikan kepada orang yang tidak mampu. Selain itu, ia juga memutuskan untuk pergi ke Afrika selama dua minggu. Di sana, ia berkeliling dan merasakan kemiskinan bersama warga, hingga mendirikan yayasan sosial bernama “Muslim Around the World” pada Oktober 2015.
Yayasan tersebut menjadi penyalur kekayaan Banat yang digunakan untuk membangun masjid, sekolah, dan membantu kehidupan para janda miskin di banyak negara Afrika. Sikap Ali Banat ini menjadi viral dan menarik perhatian banyak pihak untuk menyumbang harta lewat yayasan tersebut. Pada tahun yang sama, yayasan tersebut berhasil memperoleh donasi hampir Rp18,5 miliar.
Berkat upaya ini, Banat mengaku bahwa anak-anak di Afrika yang dibantu menjadi lebih sejahtera secara ekonomi. Namun, vonis mati dokter ternyata salah. Faktanya, ia masih hidup bertahun-tahun setelahnya. Saat ditanya apakah ia menyesal menyumbangkan uangnya, Banat menjawab tidak.
“Seseorang dapat meninggal kapan saja. Tapi, Alhamdulillah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan saya proyek yang harus dikerjakan selama menjalani sisa-sisa kehidupan,” katanya.
Pada akhirnya, Ali Banat wafat pada tahun 2018 dalam kondisi miskin tanpa harta. Dalam video yang beredar di media sosial, sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia melantunkan ayat Al-Quran yang artinya:
“Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”
Ali Banat: Teladan Kedermawanan dan Kebahagiaan Sejati
Kisah Ali Banat mengajarkan kita bahwa kekayaan materi tidak menjamin kebahagiaan sejati. Setelah divonis menderita kanker dengan sisa hidup yang singkat, Banat menemukan makna hidupnya melalui kedermawanan. Ia menyadari bahwa harta dunia tidak akan berguna jika tidak digunakan untuk membantu orang lain, sehingga ia memutuskan untuk menyumbangkan seluruh kekayaannya.