Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, secara tegas menolak wacana penggabungan antara PT Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) Tbk.
Dalam penolakannya, Anwar menyuarakan keberpihakan terhadap paradigma bank yang berbasis umat serta mempertahankan sejarah penting dari pendirian BMI. Simak dengan seksama pertimbangan MUI yang menjunjung tinggi nilai-nilai keumatan dan keberlanjutan bank syariah ini.
Keberpihakan MUI untuk Bank Muamalat
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mengecam usulan penggabungan atau merger antara PT Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) Tbk. Menurutnya, MUI tetap berharap agar BMI tetap mempertahankan prinsipnya yang berpijak pada konsep kepemilikan, keberpihakan, serta pelayanan untuk umat.
“Dengan demikian, wacana penggabungan antara Bank Muamalat dan BTN Syariah seharusnya dihentikan,” kata Anwar pada hari Jumat (19/1).
Penolakan terhadap merger tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, untuk menjaga warisan para pendiri bank yang telah berusaha keras mendirikannya. Anwar menjelaskan bahwa pendirian BMI berasal dari kalangan umat, terutama dari MUI, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah, serta mendapatkan dukungan dari beberapa pengusaha muslim yang kemudian didukung oleh pemerintah.
Gagasan ini pertama kali muncul dalam lokakarya MUI pada bulan Agustus 1990, yang dipimpin oleh Hasan Basri, ketua umum MUI pada saat itu, dengan membahas isu bunga bank dan perbankan.
Meskipun BMI mendapatkan dukungan pemerintah, Anwar menegaskan bahwa bank syariah pertama di Indonesia bukanlah bank pemerintah atau milik negara, melainkan merupakan bank swasta yang dimiliki oleh umat.
“Jadi, BMI adalah bank syariah pertama yang berdiri pada tahun 1992, dengan sejarah berbeda dari bank syariah lain yang terafiliasi dengan bank konvensional,” jelas Anwar.
Anwar mengungkapkan bahwa BMI pernah menghadapi tantangan, dan investor asing dari Timur Tengah diundang untuk memperkuat bank tersebut. Meskipun mengalami perkembangan positif, BMI kembali menghadapi masalah, dan pemerintah kemudian mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk berinvestasi.
“Namun, ini tidak berarti bahwa BMI menjadi milik pemerintah. Investasi BPKH bukan berasal dari pemerintah, melainkan dari dana umat,” tegasnya.
Memelihara Keberpihakan dan Sejarah Bank Muamalat
Pertimbangan kedua adalah keinginan untuk menjaga keberadaan bank swasta yang dimiliki oleh umat di tengah persaingan perbankan global, terutama di negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
“Dalam menangani masalah BMI ke depan, kita berharap pendekatan yang digunakan tidak hanya bersifat ekonomi dan bisnis semata, tetapi juga memperhatikan dan mempertahankan sejarah,” lanjut Anwar.
Anwar menekankan bahwa saat ini bukanlah waktu untuk memikirkan penggabungan dengan BTN Syariah atau bank lain, melainkan untuk memajukan dan memperkuat BMI bersama-sama. Langkah yang harus diambil adalah melibatkan elemen-elemen umat dalam mendukung bank ini.
“Kita memiliki banyak organisasi Islam, masjid, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan bisnis milik umat yang dapat mendukung hal ini. Dengan masuknya investasi BPKH ke BMI, kepercayaan umat terhadap BMI semakin meningkat,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Anwar menyatakan bahwa tindakan yang harus diambil oleh pemerintah bukanlah mengambil alih BMI menjadi milik negara, tetapi bagaimana pemerintah dapat mendukung agar BMI tetap eksis dan menjadi bank yang kuat dan dapat diandalkan oleh umat.
“Keberhasilan pemerintah dalam menangani masalah BMI harus diukur bukan dari upaya menjadikan Bank Muamalat sebagai milik negara, tetapi dari kemampuan pemerintah menciptakan kondisi yang mendukung agar BMI tetap menjadi bank yang kuat, maju, terpercaya, dan patut dibanggakan,” tutupnya.
MUI: Merawat Bank Muamalat, Bukan Merger, Kunci Keberlanjutan dan Keberhasilan
Dalam menanggapi tantangan yang dihadapi oleh BMI, Anwar menegaskan bahwa langkah yang diperlukan bukanlah menggabungkan dengan bank lain, melainkan memajukan dan memperkuat BMI bersama-sama.
Ia menyoroti pentingnya melibatkan elemen-elemen umat, seperti organisasi Islam, masjid, sekolah, dan bisnis milik umat, sebagai pendukung. Anwar menekankan bahwa tindakan pemerintah seharusnya bukan untuk menjadikan BMI milik negara, melainkan untuk menciptakan kondisi yang mendukung agar BMI tetap eksis dan menjadi bank yang kuat, maju, terpercaya, dan bisa dibanggakan.