Tim Percepatan Reformasi Hukum, di bawah kepemimpinan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, telah mengemukakan serangkaian rekomendasi penting kepada Presiden Jokowi. Salah satu isu utama yang mereka tuntaskan adalah pembatasan penempatan anggota Polri di berbagai instansi pemerintah dan BUMN.
Di samping itu, mereka juga mengkritisi kebijakan lingkungan yang memiliki potensi dampak permanen. Mari kita telusuri lebih lanjut kesimpulan dari ketiga alinea berikut.
Pembatasan Penempatan Anggota Polri dan Kebijakan Lingkungan yang Dikritisi
Tim Percepatan Reformasi Hukum, yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, telah mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk mengambil tindakan dalam membatasi penempatan anggota Polri di kementerian dan BUMN.
Mereka berpendapat bahwa saat ini terlalu banyak anggota Polri yang ditempatkan dalam jabatan sipil di kementerian/lembaga yang tidak memiliki keterkaitan dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) Polri.
Contoh jabatan yang dimaksud mencakup sekretariat jenderal, inspektur jenderal, direktorat jenderal/deputi di kementerian/lembaga, pelaksana kepala daerah, dan komisaris di BUMN. Dalam dokumen rekomendasi yang diserahkan kepada Presiden RI pada bulan September, Tim Percepatan Reformasi Hukum menyatakan bahwa praktik ini bertentangan dengan semangat TAP MPR Nomor VI/MPR tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Mereka menegaskan bahwa salah satu aspek penting dari rekomendasi ini adalah untuk mengembalikan fungsi utama TNI dan Polri, termasuk perannya dalam memastikan perkembangan demokrasi yang sehat dan konsisten dengan berbagai peraturan terkait. Dokumen yang dirilis pada bulan September ini menegaskan hal tersebut.
Selain itu, Tim Percepatan Reformasi Hukum juga menyoroti bahwa praktik penempatan anggota Polri dapat menciptakan disinsentif bagi aparatur sipil negara (ASN) lainnya untuk bersaing secara sehat dalam jabatan-jabatan tersebut.
Pencabutan PP Kontroversial: Langkah Jitu atau Tantangan Lingkungan?
Selain usulan tersebut, Tim Percepatan Reformasi Hukum juga telah memberikan sejumlah rekomendasi lain kepada Presiden Jokowi. Totalnya, ada lebih dari 150 rekomendasi jangka pendek dan menengah yang diajukan oleh Tim Percepatan.
Salah satu rekomendasi penting adalah pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dalam rekomendasi jangka pendek ini, Tim Percepatan Reformasi Hukum, terutama yang fokus pada reformasi sektor agraria dan sumber daya alam (SDA), menyarankan agar pencabutan PP tersebut dilakukan pada bulan Desember 2023.
Tim Percepatan Reformasi Hukum juga menyoroti bahwa masih ada kebijakan-kebijakan yang memiliki risiko berdampak pada kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki (irreversible).
Meskipun demikian, Tim Percepatan Reformasi Hukum menggarisbawahi bahwa rekomendasi jangka pendek yang mencakup revisi dan pencabutan beberapa peraturan hanya akan memiliki dampak jika diikuti dengan tindak lanjut terhadap rekomendasi jangka menengah dan jangka panjang.
Rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum untuk Membatasi Penempatan Anggota Polri dan Kebijakan Lingkungan
Tim Percepatan Reformasi Hukum menekankan urgensi pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dalam upaya jangka pendek, mereka merekomendasikan pencabutan PP ini pada bulan Desember 2023.
Namun, mereka juga mencatat bahwa langkah-langkah jangka pendek hanya akan memberikan dampak yang signifikan jika diikuti oleh tindak lanjut terhadap rekomendasi jangka menengah dan jangka panjang. Kesimpulan ini menggarisbawahi pentingnya aksi cepat dalam melindungi lingkungan dan mewujudkan reformasi yang lebih luas dalam tatanan pemerintahan.